KECIL tidak berarti ringan. Bahkan semut pun bisa beramal dengan nilai yang melampaui yang diamalkan gajah.
Allah subhanahu wata’ala tidak melihat fisik hamba-hambaNya. Yang dilihat adalah niat dalam hatinya.
Seekor semut di masa Nabi Ibrahim alaihissalam pernah menjadi tanda tanya karena berusaha memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim alaihissalam yang dibawa melalui mulutnya.
Raja Namruz membakar Nabi Ibrahim. Tak ada yang bisa dilakukan makhluk sekitarnya waktu itu. Ada semut dan ada cicak dengan reaksi yang berbeda.
Semut berusaha keras ingin memadamkan api dengan air yang amat sedikit melalui ruang mulutnya yang juga amat kecil.
Makhluk di sekitarnya pun mengatakan, “Hei semut! Bagaimana mungkin kamu bisa memadamkan api besar itu dengan air yang sangat sedikit?”
Semut menjawab, “Setidaknya, kalian tahu di sisi mana aku berpihak!”
Sebaliknya, cicak terus-menerus meniupkan api agar tetap besar. Seperti halnya semut, yang dilakukan cicak pun sebagai kejelasan di sisi mana ia berpihak.
Tidak heran jika salah satu hewan yang dianjurkan dibunuh dalam Islam adalah cicak. Seperti itulah yang diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam sudut pandang yang lain, status sosial yang dianggap rendah, kecil, dan mungkin tidak dianggap oleh banyak orang; bisa memiliki kemuliaan istimewa di sisi Allah.
Suatu kali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam begitu takjub dengan sesuatu. Yaitu, tentang jejak suara sandal seorang mantan budak bernama Bilal yang sudah favorit di dalam surga.
Nabi menanyakan ke Bilal, amal apa yang membuatnya begitu istimewa. Bilal mengatakan bahwa tidak ada amal yang paling ia sukai kecuali setiap selepas berwudhu di malam atau siang hari, ia melakukan shalat dua rakaat.
Di masa itu, tak seorang pun yang menganggap budak seperti manusia. Mereka diperjualbelikan seperti barang. Statusnya seperti barang. Boleh diapakan saja sekehendak majikan.
Namun, dengan keimanan dan amal istimewa, Bilal bukan sekadar sebagai manusia yang bermartabat. Melainkan juga memiliki keistimewaan khusus di sisi Allah.
Siapa pun kita, apa pun status sosial kita, serendah apa pun tingkat pendidikan dan penghasilan kita; juga berpeluang besar untuk bisa menjadi istimewa di sisi Allah subhanahu wata’ala. Bahkan bisa mengalahkan mereka yang ‘berstatus mulia’.
Allah tidak melihat segala yang tampak di mata manusia. Allah hanya melihat niat dan hati hambaNya yang mulia.
Seperti halnya semut yang kecil dengan amal yang juga kecil. Tapi bernilai besar di sisi Allah. Bertakwalah semampu yang kita bisa. [Mh]