INSTITUTE for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) menggelar bedah buku Ideologi Gender dalam Studi Islam karya Henri Shalahuddin pada gelaran Islamic Book Fair 2023 di Ruang Khazanah Keilmuan Melayu. (Jum’at, 22 September 2023)
Dalam bukunya Ustaz Henri Shalahuddin mengkritik sikap feminis yang menolak ayat-ayat Al-Quran yang dianggap membenci perempuan dan menafsirkannya demi kepentingan kelompoknya.
“Feminis kalau masih menolak beberapa ayat Al-Qur’an yang dianggap membenci perempuan maka ia sama saja menolka wahyu Allah,” ucap Ustaz Henri.
Baca Juga: Daftar Pemenang Islamic Book Fair Award 2023, Ada Favorit Kamu?
INSISTS Gelar Bedah Buku Ideologi Gender dalam Studi Islam di IBF 2023
Beriman kepada wahyu Al-Quran masuk ke dalam rukun Iman yang harus diyakini secara menyeluruh, bukan setengah-setengah. Oleh karena itu, feminis telah menodai keimanannya karena hanya menerima wahyu yang dianggap tidak bertentangan dengan konsep gender yang mereka usung.
Kritik kepada kelompok feminis yang masuk ke dalam studi Islam ini bagi Henri masih ada kekosongan sehingga melatarbelakanginya untuk menulis buku Ideologi Gender dalam Studi Islam.
“Saya kritik bukan hanya dalam ajaran Islamnya saja, tapi saya kritik dari sejarah feminis. Jadi cara mereka berfikir yang mereka menganut barat itu saya runtuhkan dulu, mulai dari filsafat feminisnya, otologinya, epistimologinya, metodologinya dan lain sebagainya. Itu saya kritik dulu,” ucap Ustaz Henri saat ditemui oleh pihak Chanel Muslim.
Menghadapkan feminisme langsung kepada Islam menurutnya tidak tepat karena Islam terlalu tinggi untuk dihadapkan pada ideologi yang tidak memiliki konsep yang final dan ambigu.
“Juga tentang studi Islam berbasis gender itu adalah pelecehan terhadap acara Islam, studi Islam diletakkan lebih rendah karena gendernya dijadikan acuan untuk memahami Islam,” tegasnya.
Ia mengingatkan kepada muslimah agar lebih kritis saat menemui kelompok-kelompok perempuan yang menjadikan gender sebagai basis pemahamannya dalam mengatasi permasalahan perempuan.
Baginya, aktivis feminis adalah politisi yang mengatasnamakan dan mengaitkan jenis kelamin untuk mencari simpati dan empati.
“Jadi jangan mudah terkecoh mereka tidak pernah memperjuangkan nasib perempuan, mereka hanya collecting data ketertindasan, kesengsaraan perempuan untuk mereka meraih jabatan-jabatan strategis dan politis di ruang publik,” pungkas Ustaz Henri. [Ln]