PEBISNIS selalu menangkap peluang di semua momen. Termasuk peluang di momen bulan suci Ramadan.
Untuk sebagian orang, Bulan Ramadan tidak hanya sebagai peluang untuk meraup banyak pahala. Tapi juga sebagai peluang untuk mendulang uang.
Meskipun Ramadan memiliki nuansa spiritualitas yang identik dengan keheningan dan kekhusyukan, tapi celah di sisi bisnisnya selalu ada. Seperti itulah paradigma kacamata para pedagang.
Seribu Satu Peluang Bisnis Ramadan
Bulan Ramadan ternyata tidak melulu tentang ibadah dan pahala. Bagi para pebisnis, Ramadan menyimpan ‘tambang emas’ yang memiliki peluang besar untuk didulang.
Dahulu, para pedagang hanya menangkap peluang itu pada busana monoton, seperti baju koko dan mukena. Begitu di dunia kulinernya, hanya pada seputar sirop, biskuit, dan kurma.
Namun kini, peluang bisnisnya bisa diolah dari banyak sisi. Mulai dari fashion yang tidak melulu soal baju koko dan mukena, hingga soal kuliner yang tidak melulu identik dengan kurma, dan kue Lebaran.
Segalanya bisa diolah dan dikulik-kulik untuk menghasilkan peluang dagang. Mulai dari fashion menjelang Ramadan, kuliner sahur dan berbuka, busana tarawih dan sejadah, busana Idul Fitri, aneka penganan Lebaran, hingga kendaraan dan oleh-oleh mudik Lebaran.
Kenapa Tidak Umat Islam yang Meraup Keuntungan
Selama ini, memang ada semacam kontradiksi antara momen dan peluang. Momennya milik umat Islam tapi peluang bisnisnya hanya menjadi para konglomerat yang notabene non muslim.
Pertanyaannya, kenapa bukan menjadi ‘berkah’ umat Islam? Bukankah konsepnya milik Islam dan konsumennya pun seratus persen muslim, kenapa yang mendulang untung ‘orang lain’?
Bukankah yang paham tentang fashion Islam adalah umat Islam sendiri, kenapa yang buat orang lain? Bukankah yang paham kehalalan dan kethayyiban kuliner Ramadan umat Islam sendiri, kenapa yang produksi orang lain?
Hal inilah yang mestinya menjadi kesadaran umat Islam. Bayang-bayang ‘menakutkan’ tentang dunia dagang juga tidak lagi menjadi kendala seperti dulu. Seperti, modal yang bisa disesuaikan dengan kemampuan, hingga pemasaran yang kini tak perlu lagi menjadi budget unggulan.
Dunia media sosial begitu memudahkan siapa pun termasuk UMKM atau bisnis rumahan untuk bisa memasarkan produk mereka ke pasar yang lebih luas.
Yang dibutuhkan hanya kreativitas dan keuletan. Kenapa bisnis di seputar momen Ramadan tidak dengan konsep ‘Dari Kita untuk Kita’. Kita yang buat, kita jual, dan kita yang beli. Untungnya akan menjadi nilai yang benar-benar berkah untuk kita umat Islam. [Mh]