BERCERMIN dengan orang Jepang sangat bermanfaat. Mereka dikenal disiplin, tepat waktu, rajin, bersih dan rapi, melayani konsumen dengan baik, dan lainnya.
Tak ada salahnya bercermin dari orang Jepang. Karena apa pun yang baik bisa diambil dari siapa pun.
Seorang pejabat tinggi di Jepang, Yoshitaka Sakurada, pernah dikritik habis-habisan pihak oposisi. Ia pun akhirnya memohon maaf di hadapan publik.
Apa salahnya? Salahnya, ia datang terlambat dalam sebuah rapat. Keterlambatannya tiga menit.
Mungkin buat kita, keterlambatan tiga menit sudah termasuk on time atau tepat waktu. Bahkan bisa dibilang sangat on time.
Seorang teman pernah tinggal di Tokyo untuk urusan pendidikan. Sekitar tiga tahun ia menetap di sana.
Ia menceritakan, selama waktu itu, di mana pun ia berada, hampir tak pernah ditemukan sampah sedikit pun. Bahkan di jalan kampung untuk ukuran Jepang.
Ia juga menceritakan bagaimana orang Jepang berkendara. Ketika tiba di lampu lalu lintas, mereka begitu disiplin. Kalau lampunya merah, mereka akan berhenti, meskipun tidak ada kendaraan dari arah lain.
Bayangkan jika itu di negeri kita. Lampu lalu lintas seperti hal mubah. Dipatuhi boleh, dilanggar juga tidak masalah, asal tidak mengganggu pengendara lain.
Ketika sang teman bertanya ke orang Jepang, “Kenapa harus berhenti padahal tidak ada kendaraan lain?”
Orang Jepang menjawab, “Saya tidak mau mengambil hak orang lain.”
Ada cerita warga Jepang yang berkunjung ke Indonesia. Ia sudah memesan hotel via aplikasi dengan harga tertentu, kelas tertentu, dan posisi kamar yang menghadap kolam renang.
Tapi setibanya di hotel, ia ditempatkan di kamar yang menghadap gudang. Ketika ditanyakan, pihak hotel menjawab bahwa kamar yang dipesan sedang ada perbaikan.
Ketika ditanya tentang harga, pihak hotel menjawab bahwa beda harganya hanya 35 ribu rupiah dan sama sekali tidak ada permohonan maaf apalagi pengembalian uang.
Warga Jepang ini pun naik pesawat antar daerah. Ia memilih maskapai yang lebih mahal agar bisa mendapatkan pelayanan yang baik.
Tapi setibanya di bandara, pihak maskapai meminta maaf karena ada keterlambatan. Ia pun bertanya, “Berapa menit?” Pihak maskapai menjawab, “Sekitar dua jam!” Sebuah keterlambatan yang tidak pernah terjadi di layanan publik di Jepang.
Kalau orang Jepang yang pertama kali ke Indonesia akan terkejut-kejut saat berada dalam mobil atau sepeda motor. Karena begitu banyak klakson yang berbunyi dari berbagai arah. Suatu hal yang hampir tidak terdengar di jalan-jalan di Jepang.
Mentalitas dan Agama
Kalau kepada orang Jepang, apa agamanya. Umumnya mereka akan bingung. Karena umumnya orang Jepang tidak jelas agamanya.
Tapi, kenapa mentalitas mereka begitu baik di banding kita yang punya kejelasan tentang agama. Terlebih lagi agama Islam.
Semua kebiasaan yang dipegang teguh orang Jepang, sebenarnya sudah menjadi standar ajaran Islam. Tentang kebersihan, disiplin, malu, pelayanan, rajin, dan lainnya.
Pertanyaannya, kenapa justru sebagian besar umat Islam sendiri yang tidak identik dengan ajaran Islam? Kita sangat malu ketika KPK periode lalu pernah mengumumkan. Bahwa, kementerian yang paling korup adalah Kementerian Agama.
Kalau di Jepang, jangankan sang pejabat yang diberitakan terlibat korupsi. Anak buahnya saja yang melakukan korupsi, sang pejabat akan mengundurkan diri. Karena malu tidak becus mengelola uang negara.
Bagaimana dengan pejabat kita? Alih-alih mengundurkan diri, sudah pernah mengenakan rompi oranye KPK saja, masih ingin menjadi pejabat lagi. [Mh]