ADA sebuah kisah tentang kerinduan Bilal pada Rasulullah. Semenjak Rasulullah wafat, Sahabat Bilal ibn Rabbah menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.
Ketika Khalifah Abu Bakar memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu nan sendu Bilal berkata, “Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”
Baca Juga: Abu Bakar Menebus Bilal dengan Harga 250 Juta
Kerinduan Bilal pada Rasulullah
Abu Bakar pun tak bisa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.
Kesedihan karena ditinggal wafat oleh Rasulullah terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah.
Bersama rombongan pasukan Fath Islamy, Bilal berangkat menuju Syam kemudian tinggal di Homs, Syria.
Sudah lama Bilal tak mengunjungi Madinah, hingga sampai pada suatu malam, Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya, “Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa ? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?”
Bilal pun bangun terperanjat, segera ia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah.
Setibanya di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa mendekatinya.
Keduanya adalah cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua itupun memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.
Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal, “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami ? Kami ingin mengenang kakek kami.”
Umar bin Khattab yang saat itu telah menjadi Khalifah juga melihat pemandangan mengharukan tersebut. Lalu beliaupun memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.
Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup. Mulailah dia mengumandangkan adzan.
Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun – tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.
Ketika Bilal meneriakkan kata ‘Asyhadu an laa ilaha illallah’, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan pun keluar.
Dan saat bilal mengumandangkan ‘Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah’, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.
Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah di antara mereka.
Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang telah menerbitkan rasa kerinduan penduduk Madinah kepada Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkan oleh Bilal.
Dan pada saat itu, Kota Madinah banjir oleh air mata kerinduan kepada Rasulullah. Allaahumma Sholli ‘Alaa Muhammad. [MAY/Cms]