USTAZ Abdul Somad diterima PM Malaysia, Dr Anwar Ibrahim, di kantornya di Putrajaya Malaysia. Inilah pertemuan bersahabat yang menyiratkan banyak makna.
Ustaz Abdul Somad atau UAS bersama keluarga dan stafnya berkunjung ke Malaysia, Kamis (13/7). Dai kondang asal Riau ini bukan sekadar untuk berceramah. Bukan pula untuk sekadar rekreasi. Tapi melakukan kunjungan ke orang nomor satu di Malaysia.
Kunjungan ini terkesan begitu rileks. UAS sendiri membayangkan bagaimana ia akan menghadapi sejumlah protokol yang ribet.
Namun, semua bayangan itu sirna seketika saat PM Anwar Ibrahim menyambutnya dengan penuh keakraban. Tanpa aturan protokoler yang ribet dan kaku.
UAS juga membayangkan bagaimana mungkin ia akan bertemu dengan orang nomor satu di Malaysia dengan busana santai seperti yang dikenakan saat itu: baju koko dan jaket warna hitam, plus topi pet.
PM Malaysia yang berusia lebih dari 70 tahun itu pun dengan begitu tawadhu menyambut UAS dan mempersilahkan duduk di tempat biasa, tanpa sekat dan aturan yang formal. Selayaknya keluarga dekat yang baru bertemu setelah sekian lama terpisah jauh.
Pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu pun melepas keraguan UAS tentang sosok tokoh yang dikaguminya, Dr Anwar Ibrahim yang fenomenal. Beliau memang tetap seperti dulu yang akrab dan tawadhu.
Selain pertemuan dengan PM Malaysia, UAS juga dijadwalkan akan berceramah di sebuah masjid agung di Malaysia. Para tokoh dan umat Islam di negeri melayu itu boleh jadi sudah menyiapkan diri untuk menyemarakkan acara itu.
Disambutnya UAS dengan begitu akrab oleh PM Malaysia menyiratkan banyak makna. Antara lain, membongkar stigma buruk sosok UAS yang pernah dimunculkan pemerintah Singapura ketika mengusir kunjungan UAS dan rombongan.
UAS juga pernah dipersulit untuk berceramah di beberapa tempat di wilayah Indonesia. Seperti yang pernah di terjadi Bali dan beberapa tempat di Jawa Timur.
Tentu, penolakan itu bukan dilakukan oleh masyarakat Bali umumnya dan bukan pula oleh masyarakat santri di Jawa Timur kebanyakan. Melainkan, oleh pihak-pihak tertentu yang punya tujuan politis.
Tahun ini adalah tahun politik untuk Indonesia. Tak bisa dikesampingkan lagi bahwa penerimaan yang begitu baik PM Malaysia kepada UAS juga bisa memberikan pesan lain secara politik. Bahwa, sudah saatnya politik Islam memimpin kawasan Melayu termasuk Indonesia.
UAS memang bukan sekadar sosok satu wajah sebagai dai saja. Dai yang pernah menjadi tokoh NU di Riau ini pun sosok politik yang pernah ‘hadir’ di pemilu 2019.
Pertemuan akrab UAS dengan PM Malaysia ini, setidaknya bisa menjadi ‘jembatan Islami’ bagi hubungan persaudaraan antara Indonesia dan Malaysia. [Mh]