PRO KONTRA hukum musik dalam Islam menyorot perhatian. Kasus ini mencuat bahkan hampir masuk ke ranah hukum pidana.
Kasusnya bermula setelah Ustaz Adi Hidayat membahas tema musik dalam hukum Islam. Kemudian, muncul semacam sanggahan terhadap apa yang disampaikan UAH itu.
Rasanya tak perlu ada yang dipersoalkan dari pembahasan dan sanggahan itu. Tapi porsi pro kontranya nyaris menutup isu utama umat ini, yaitu tentang dukungan Rakyat Palestina.
Pro kontra tentang hukum musik dalam Islam bukan kasus baru. Sejak dahulu ulama berbeda pendapat. Dan sikap akhirnya begitu bijak: bersepakat untuk saling berbeda. Satu sama lain saling menghormati perbedaan itu.
Islam didesain untuk saling menghormati dan mencintai dalam satu persaudaraan Islam. Dan bersikap keras terhadap musuh yang menyerang Islam. Termasuk yang terjadi di Palestina saat ini.
“Muhammad itu utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka (umat Islam)….” (QS. Al-Fath: 29)
Di masa Muhammad Al-Fatih menaklukkan Bizantium, sebagian umat Islam justru tengah ‘ribut’ tentang ukuran fisik Iblis. Ada yang berpendapat sebesar rumah, ada yang berpendapat lebih besar lagi.
Muhammad Al-Fatih membuktikan bahwa bukan itu perhatian utama umat Islam. Ada yang jauh lebih penting. Yaitu, bersatu untuk melawan kezaliman musuh Islam.
Bukankah sepatutnya kita bijak dengan perbedaan itu. Silakan yang berpendapat haram memegang teguh sudut pandangnya. Dan yang berpendapat lainnya juga dengan sudut pandangnya. Tapi, jangan menguras energi umat untuk perbedaan itu.
Rasanya, tak ada yang senang dari keadaan pro kontra ini. Kecuali, musuh-musuh Islam yang bisa bergerak nyaman karena perlawanan yang berkurang. [Mh]