ANGGOTA Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia hanya berkisar satu persen sejak tahun 2014.
Tingkat kemiskinan Indonesia berdasar data terakhir BPS mencapai 25,9 juta orang, ketika Presiden Jokowi dilantik pada tahun 2014, angka kemiskinan sebanyak 27,75 juta orang.
“Artinya, hanya turun 1 persen tingkat kemiskinannya,” tegas Anis dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan dalam rangka Evaluasi Fiskal Triwulan 1 tahun 2024, di Senayan, Selasa (19/3/2024).
Padahal, angka kemiskinan dalam target RPJMN 2015-2019 yang dicanangkan pemerintah sebesar 7-8%, dan dalam RPJMN 2020-2024 targetnya 6-7%, tapi hingga tahun 2023 lalu, tingkat kemiskinan masih di angka 9,22 persen.
Lalu tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia kini mencapai 1,12% pada Maret 2023, sementara Pemerintah memiliki target 0% masyarakat miskin ekstrem pada 2024.
baca juga: Menyapu di Malam Hari Menurut Islam, Benarkah Sebabkan Kemiskinan?
Tingkat Kemiskinan di Indonesia Hanya Turun Satu Persen Sejak 2014
Menyampaikan tanggapannya, Anis menyampaikan harapan dan optimisme untuk tumbuhnya ekonomi nasional dengan lebih baik di tahun 2024.
Iapun mengingatkan bahwa seluruh kerja-kerja dalam bernegara memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat.
“Hasil pembangunan itu harus kembali kepada rakyat dan dinikmati oleh rakyat,” ungkapnya.
Ketua DPP PKS ini menyoroti tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat cukup baik di tengah pertumbuhan ekonomi global yang terus menurun.
Namun menurutnya, 5,02 persen pertumbuhan ekonomi saat ini, harus dikomparasikan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga memberi catatan atas realisasi APBN sampai dengan 29 Februari dan 15 Maret 2024.
Dalam pemaparannya, Menkeu menyampaikan pendapatan negara mengalami penurunan 4,5% dan 5,4% sedangkan belanja negara mengalami peningkatan sampai 30,1% dan 18,1%.
Hal ini karena adanya Pemilu dan datangnya bulan Ramadan. Konsumsi rumah tangga selama ini menjadi penyumbang terbesar untuk ekonomi Indonesia yang saat ini mencatat angka 53%.
Artinya, hubungannya sangat erat dengan daya beli masyarakat.
Anis menegaskan agar Pemerintah segera melakukan langkah mitigasi risiko atas potensi terjadinya gejolak harga pangan, terutama selama bulan suci Ramadan hingga Idul Fitri nanti.
“Pemerintah harus konsisten berupaya untuk menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga yang terjangkau oleh masyarakat”, tegas Anis.[ind]