ChanelMuslim.com – AILA Indonesia mengatakan bahwa hasil putusan Mahkamah Konstitusi menghilangkan kesempatan emas pengaturan kebebasan seksual dan LGBT di Indonesia, Sabtu (18/12).
Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia menyelenggarakan perhelatan untuk mengingat empat tahun pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Uji Materiil pasal-pasal kesusilaan dengan tema, “Pengaturan Kebebasan Seksual dan LGBT Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi 2017: Amanah yang Terabaikan”.
Perhelatan yang dilakukan secara daring ini mengundang para pemohon, tim advokasi serta saksi dan ahli yang berperan besar dalam Uji Materiil Pasal 284, 285 & 292 KUHP pada tahun 2017 dan diawali dengan pemutaran video kesaksian almarhum Dadang Hawari, pakar Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setelah menjelaskan peran dan tantangan dalam memohon uji materiil pasal-pasal tersebut, Rita Soebagio, Ketua AILA Indonesia menyampaikan kekecewaannya terhadap Hasil Putusan MK.
“Hasil Putusan Mahkamah Konstitusi menghilangkan kesempatan emas pengaturan kebebasan seksual dan LGBT di Indonesia. Meskipun demikian Hasil Putusan tersebut bukan berarti hakim MK menolak gagasan pembaharuan pemohon seolah-olah kebebasan dan penyimpangan seksual legal di Indonesia,” kata Rita.
Selanjutnya, Euis Sunarti, salah satu pemohon, menyampaikan bahwa masih ada amanah yang harus dituntaskan pasca empat tahun putusan MK terkait Uji Materiil Pasal 284, 285 & 292 KUHP.
“Kita memiliki kekuatan latar belakang, tujuan dan sumber daya untuk menuntaskan amanah tersebut. Selain itu, seluruh hakim MK menyatakan setuju dengan materi dan substansi yang kami usulkan dan meminta untuk menyampaikan kepada DPR, sehingga ini masih menjadi amanah bagi kita dan semoga DPR mau mendengar hal ini,” ujar Euis dalam membaca pernyataannya yang diikuti oleh tangis haru peserta.
Baca Juga: Pembelaan terhadap Korban Perkosaan Bukan Celah untuk Kebebasan Seksual
Putusan MK Hilangkan Kesempatan Emas Pengaturan Kebebasan Seksual di Indonesia
Senada dengan Euis, Tiar Anwar Bachtiar, yang juga pemohon, menyampaikan bahwa tersebab amanah yang belum tuntas ini perjuangan semua pihak tidak boleh berhenti.
“Masalah ini sudah sangat mendesak karena sudah banyak kasus-kasus kejahatan seksual, yang masalah pokoknya adalah perzinahan, dinaikkan oleh media seolah ada kekosongan payung hukum. Amanah ini harus menjadikan DPR pro aktif dalam membicarakan RKUHP, DPR tidak boleh diam saja. Saat ini merupakan momentum yang tepat bagi DPR untuk melaksanakan amanah MK dengan menyisipkan hasil putusan di RUU TPKS,” jelas Doktor Sejarah Universitas Indonesia tersebut.
Di tengah-tengah suasana haru dan sedih dalam mengingat hasil putusan MK, Akmal Sjafril memotivasi seluruh pemohon dan peserta untuk tidak kehilangan semangat dalam meneruskan perjuangan menuntaskan amanah.
Selain itu, pendiri Sekolah Pemikiran Islam ini juga mengungkapkan bahwa permohonan Uji Materiil tersebut adalah pengalaman terburuknya dalam mengakrabi perang pemikiran.
“Saya melihat orang-orang yang mengatakan hubungan seks dan konsumsi pornografi adalah urusan privat,” katanya.
Dinar Kania selaku Ketua Bidang Kajian AILA juga menyampaikan proses yang dilalui Tim Kajian sebelum melakukan permohonan kepada MK.
Setelah kajian selesai, Tim Kajian melanjutkan proses dengan Tim hukum yang juga tidak mudah karena harus menerjemahkan hasil kajian ke bahasa hukum.
“Selain itu, kami juga harus mempersiapkan Saksi dan Ahli yang otoritatif untuk melawan dan menjawab argumentasi kontra terhadap permohonan Uji Materiil,” ujar Dinar.
“Yang luar biasa dari seluruh tim Uji Materiil ini adalah seluruh Pemohon, Tim Advokasi, Saksi, Ahli dan pendukung lainnya tidak ada yang dibayar. Padahal kalau kita menggunakan konsultan akan memerlukan biaya yang sangat besar terlebih permohonan adalah persidangan terlama dalam sejarah MK karena melalui 22 persidangan, meskipun begitu tidak mengurangi kualitas permohonan kami,” pungkas Direktur The Center for Gender Studies tersebut.[ind]