Pada saat pemerintah komunis China meningkatkan tindakan keras terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, penyidik ??PBB mengkritik kebijakan anti Muslim tersebut dan mengecam peningkatan pelecehan dan intimidasi warga Muslim di wilayah barat negara itu.
“Saya mendengar banyak cerita yang sangat mengganggu tentang pelecehan, intimidasi selama Ramadhan – anak di sekolah dilarang berpuasa di bulan Ramadan,” ujar Heiner Bielefeldt, penyidik ??HAM PBB, seperti dikutip Reuters, Rabu 11 Maret lalu.
Mengutip kasus diskriminasi terhadap Muslim Uighur, Bielefeldt, pelapor khusus tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan, mengatakan bahwa tindakan China terhadap Muslim Uighur merupakan masalah besar bagi kebebasan beragama.
Pekan lalu, seorang pemimpin partai komunis di Kashgar Xinjiang melarang jilbab, menggambarkan kotanya sebagai fron terdepan dalam pertempuran melawan ekstremisme.
Sebelumnya pada bulan Desember, China melarang pemakaian jilbab dan cadar di depan umum di Urumqi, ibukota provinsi Xinjiang.
Penerapan hukum diskriminatif di wilayah mayoritas Muslim itu datang pada saat Beijing mengintensifkan kampanye melawan “ekstremisme religius” yang dianggap sebagai biang kekerasan baru-baru ini.
Penyidik ??PBB juga mengkritik upaya China untuk mengendalikan reinkarnasi dari biksu Tibet.
“Beijing benar-benar menghancurkan otonomi komunitas agama, meracuni hubungan antara sub-kelompok yang berbeda, menciptakan perpecahan,” katanya.
Bielefeldt mengatakan dia yakin tindakan keras Beijing terhadap kebebasan beragama berasal dari kegugupan sikap otoriter pemerintah China.
“Pemerintah China adalah negara adidaya dalam banyak hal tetapi lemah dalam hal legitimasi demokratis,” tegasnya.[af/onislam]