oleh: Ena Nurjanah (Ketua Lembaga Perlindungan Anak GENERASI)
ChanelMuslim.com – Beberapa hari yang lalu Wakil Presiden Ma’ruf Amin membuat pernyataan mengenai banyaknya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mengajarkan radikalisme. Namun ada yang perlu diperhatikan dari ungkapan tersebut, ajaran radikalisme seperti apa yang dimaksudkan oleh Wapres agar tidak dianggap sebagai wacana yang terlalu mengada-ada.
Jika mengajarkan radikalisme terkait menceritakan sejarah yang berdarah-darah, maka itu belum tentu bermakna radikalisme. Bisa jadi itu karena gurunya kurang memahami cara yang tepat dalam menyampaikan kisah sejarah kepada anak-anak PAUD.
Cara penyampaian yang dianggap radikalisme tersebut bisa jadi berkaitan dengan kemampuan guru dalam menyampaikan materi ajar, berarti yang patut menjadi bahan evaluasi adalah cara mengajar guru yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar mampu menyampaikan kisah sejarah disesuaikan dengan tahapan usia anak, bukan dengan membuat klaim bahwa guru mengajarkan radikalisme.
Jadi, alangkah baiknya untuk tidak langsung membuat penilaian hanya karena melihat tanpa mengenali dan memahami fakta yang ada di lapangan.
Ketika pelabelan terjadi terhadap para pengajar PAUD, pasti akan menimbulkan banyak perdebatan, terutama bagi para pegiat PAUD. Mereka pasti kecewa bahkan bisa jadi marah dengan sangkaan yang belum tentu benar.
Satu hal lagi yang harus disadari penuh oleh pemerintah, yaitu bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak-anak Usia Dini (PAUD)di Indonesia baru sekitar 37,92 persen. Jadi masih banyak anak-anak usia dini di Indonesia yang belum mendapat pendidikan dan ini seharusnya lebih menjadi perhatian pemerintah karena menjadi tanggung jawab negara sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang.
Fokus utama pemerintah semestinya memperbanyak berdirinya PAUD serta menghadirkan guru PAUD yang terdidik dan berkualitas bagi terpenuhinya hak pendidikan anak usia dini.[ind]