Oleh: Bunda Rulie Narulita Handayani, S.Psi, M.Psi, (Psikolog)
ChanelMuslim.com–Jangan mencaci orangtua orang lain, karena ia bisa saja mencaci orangtua kita.
Jangan mencaci suku orang yang berbeda, karena ia bisa juga mencaci suku kita
Jangan mencaci agama orang lain, karena ia bisa saja mencaci agama kita.
Janganlah kita menjadi penyebab dari sesuatu yang tak ingin kita rasakan akibatnya.
Perpecahan dalam suatu keluarga seringkali terjadi dan semakin meningkat di masa sekarang ini. Perpecahan dalam keluarga ini juga berefek pada perpecahan dalam lingkup masyarakat, bangsa, dan negara.
Berikut ini ada beberapa nasihat yang diberikan oleh seorang Psikolog, pakar parenting, sekaligus Sahabat saya, *
Bunda Rulie Narulita Handayani, S.Psi., M.Psi., Psikolog atau akrab disapa Bunda Uwie.
Beberapa sikap yang dapat memperbaiki hubungan dalam keluarga-keluarga yang memiliki permasalahan adalah:
1. Turunkan ekspektasi kita terhadap pasangan kita.
Kita boleh berangan-angan akan mendapatkan pasangan yang begini dan begitu, tetapi saat Allah takdirkan kita dengan seseorang, maka itulah yang terbaik dari yang ada. Itulah yang tercatat dalam kitab takdir kita di lauh mahfudz, Allah tidak keliru mencatatkannya untuk kita. Terbaik dari sisi Allah, pasti baik untuk kita.
Yakini bahwa dia yang khusus dihadirkan Allah hanya untuk kita. Kebaikannya akan memperbaiki kekurangan kita, kekurangannya adalah cara Allah membuat kita semakin belajar untuk memperbaikinya tanpa membuatnya merasa dijatuhkan.
2. Menyadari bahwa dia-lah yang Allah hadirkan untuk mewujudkan cita-cita membangun keluarga yang tentram bahagia (sakinah mawaddah warrahmah). Dia-lah pasangan yang dengannya kita akan membentuk kepribadian-kepribadian baru dalam keluarga. Dia pulalah yang akan menghantarkan kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat.
Bersamanya akan Allah titipkan dalam keluarga ini, banyak jiwa… bukan hanya anak, tetapi saudara, ayah ibu, kerabat. Para keluarga besar kita akan melihat bahwa seberbeda apapun dengan keluarga besar pasangan, keluarga kecil kita ini mampu menjadi jembatan kebaikan dan kebahagiaan. Kita di sini bukan hanya kita dan pasangan, tetapi juga anak-anak yang terlahir dari pernikahan itu. Semuanya mampu menjadi corong dan jembatan kebaikan bagi keluarga satu dengan keluarga yang lainnya. Bukan malah pembawa obor api yang siap membakar di sana sini
3. Muliakan dan jangan pernah merendahkan keluarga pasangan. Termasuk cara pengasuhan orangtuanya terhadap pasangan kita. Bagaimanapun, kita berutang nyawa kepada ibunya yang telah melahirkan, membesarkan dan merawat, mengasuh dan mendidiknya sampai dewasa dan akhirnya menikah dengan kita. Bagaimanapun cara ibu membesarkannya, tak menjadi alasan untuk kita merendahkan ibunya. Pun ayahnya. Kita berutang jiwa dan nyawa kepada ayah pasangan kita. Ayahnya telah menerjang segala kesulitan yang dapat membahayakan jiwanya untuk dapat menghidupi anak yang kemudian menjadi pasangan kita.
Memuliakan keluarga pasangan sama halnya memuliakan anak keturunan kita. Anak-anak akan tahu bahwa ia dilahirkan dari benih orang-orang mulia yang terhormat. Dari kakek-kakek dan nenek-nenek yang amat patut dihormati dan dimuliakan. Kemuliaan yang tidak membuat mereka (anak-anak) merendahkan orang lain. Merendahkan orangtua anak lainnya. Merendahkan kakek nenek orang lain. Karena merendahkan orang lain bukan karakter dari sifat keturunan keluarga mereka yang mulia.
4. Mendahulukan doa memohon kebaikan dunia akhirat bagi orangtua pasangan lalu disambung untuk orangtua kita…
Ini saya suka minta hak ke Allah. Supaya Allah menjadikan saya berhak mendoakan ibu dan bapak suami saya, selain suami saya sebagai anak mereka sebagai bentuk rasa syukur saya kepada mereka. Entah bagaimana mereka membentuknya menjadi sedemikian baiknya kepada saya dan anak2 saya. Sedemikian baiknya pada orangtua dan keluarga saya. Hutang budi dan kesyukuran inilah yang seringkali membuat saya curi haknya sebagai anak ayah-ibunya.
Dan ini semua adalah sumber teladan bagi anak-anak, sehingga anak-anak terbiasa dengan segala kebaikan.
Ingat lho yaaa. Memarahi anak bukan hanya melukai hati anak, tapi juga melukai amat dalam hati orangtua kita. Memarahi anak dengan kalap, membuat orangtua kita berpikir, apa saya salah mengasuh anak saya sehingga, saat menjadi orangtua, ia menjadi begitu kasar kepada anak-anaknya?
Dan bersedihlah mereka melihat kita begitu perkasa menghukum anak-anak kita. Kita akan lihat aliran air mata jatuh di pipi tua mereka.
Wallahu a’lam bishshowwab
Disalin oleh: Abi Ardian dari diskusi konsultasi Keluarga bersama Bunda Uwie
[ind]