Chanelmuslim.com-
Di balik kesuksesan dan kehebatan seorang laki-laki, pasti ada perempuan hebat di belakangnya. Tidak percaya?
“Kalau boleh jujur, sebenarnya bukan saya yang paling sabar. Nur Asia-lah yang mengajarkan saya cara bersabar,” demikian kata Sandiaga Uno, pengusaha sukses yang kini menjadi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta dari Partai Gerindra.
Ayah tiga anak ini menambahkan, “Yang sudah mengenal saya sejak dulu, pasti tahu karakter asli saya. Suka gak sabar dan marah kalau lihat sesuatu tidak perform sebagaimana harusnya.”
Sandiaga merasa beruntung memiliki istri yang dikenalnya dari remaja itu. “Nur yang sangat sabar ketika saya kehilangan pekerjaan. Dia bilang…Kamu pasti bisa cari lagi yang lebih baik! Kalau lagi marah, diem aja. Kalau masih ingin marah juga, ambil wudhu… itu dulu perkataannya yang terus diulang-ulang,” ujar Sandi yang menikah dengan Nur selama 20 tahun setelah 13 tahun masa pacaran putus sambung.
Perjumpaan Sandiaga Uno dengan istrinya, Nur Asia, bermula saat masih duduk di bangku SMP 12 Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu, Sandi — begitu panggilan Sandiaga Uno — baru berumur 14 tahun. Sandi adalah teman sekolah kakak Nur.
Nur sendiri duduk di SMP Al Azhar, satu tahun di bawah Sandi. Pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino, mungkin tepat untuk menggambarkan bagaimana proses bersatunya Sandi dan Nur Asia. Pepatah yang artinya jatuh cinta karena sering bertemu itu, memang benar-benar dialami pengusaha muda ini.
“Saya sering main ke rumah Nur untuk ketemu kakaknya. Tiap main saya sering melihat dia dan mulai jatuh hati. Nur adalah cinta pertama dan terakhir saya. Sekitar 14 tahun kami pacaran,” kata Sandi dalam bincang-bincang dengan sejumlah media gaya hidup di Jakarta, baru-baru ini.
Sandi menuturkan, selama tiga tahun di SMA, hubungan mereka sering putus sambung. Beberapa kali Rosan – teman akrab Sandi – berusaha mengenalkan Sandi dengan gadis-gadis lain saat putus itu, tetapi tidak pernah berhasil. “Akhirnya teman saya, Rosan, justru membantu memperbaiki hubungan saya dengan Nur,” ujar Sandi
Kisah asmara itu berlanjut saat berada di Amerika Serikat. Sandi kuliah di Wichita State University. Konsisten dengan ketertarikannya pada ekonomi, Sandi mengambil jurusan Akuntansi.
Mereka awalnya saling berkirim surat hingga akhirnya Nur kuliah di Stillwater Oklahoma, yang berjarak sekitar dua jam perjalanan dari Wichita. Setiap akhir pekan, Sandi meluangkan waktunya pergi ke Stillwater untuk bertemu dengan Nur.
Ibarat Bumi dan Langit
Sandi dan Nur Asia ibarat bumi dan langit. Sandi mengakui, dirinya nyaris tidak memiliki persamaan dengan Nur. Kepribadian mereka banyak yang bertolak belakang.
Nur cenderung bicara apanya, terkadang ceplas-ceplos. Sementara Sandi suka menahan diri, senantiasa berusaha terlihat tenang tanpa emosi. Dalam mengambil keputusan, Sandi selalu mengedepankan logika dan rasionalitas. Sementara Nur banyak menggunakan perasaan dan intuisi.
“Perbedaan-perbedaan ini justru adalah hal yang sangat mengikat diri saya dengan Nur. Terbukti kemudian dalam banyak keputusan penting dalam hidup saya, termasuk bisnis, intuisi istri banyak membantu,” papar Sandi.
Sandi dan Nur Asia menikah di Singapura pada 28 juli 1996. Mereka hanya mengundang keluarga dan sahabat dekat. Tidak ada acara mewah. Usai menikah, Nur tinggal di Singapura mengikuti karier Sandi yang tengah menanjak.
Pasangan muda usia ini mendapat hadiah bulan madu dari atasan tempat Sandi bekerja, yaitu William Soerjadjaja. Mereka berbulan madu ke Eropa selama seminggu.
Kebahagiaan bertambah karena tidak lama kemudian Nur Asia hamil dan melahirkan putri pertama mereka, Anneesha Atheera Uno pada 1997. Putri keduanya, Amyra Athefaa lahir pada 2 Desember 2011. Nur melahirkan anak ketiga, lelaki satu-satunya, bernama Sulaiman Saladdin Uno, empat tahun lalu
“Misalnya saja Ibu (istri Sandiaga, Nur Asia-red) masih memegang adat luhur dengan mencium tangan setiap mau pergi atau pun saya baru pulang.”
“Saya sangat bertolak belakang dengan istri. Kalau istri suka belanja, saya enggak. Ketidak cocokan itu hal wajar yang terjadi sekali waktu, contohnya saya suka olahraga dan dia enggak,” tuturnya.
Tapi, lanjut dia, hal itu tidak menjadi halangan karena justru saling mengisi dan belajar. “Dengan begitu, dia akan terdorong dan merasa ‘dipaksa’ beraktivitas fisik,” katanya.
Menurut Sandi, sang istri juga memahami kalau ia tidak suka sesuatu yang sulit, ribet. “Banyak sekali hal yang harus saya sederhanakan, dan istri banyak membantu dalam hal itu. Misal, menyiapkan baju. Ketika saya sudah selesai mandi, baju, celana, lengkap hingga dalaman sudah menggantung di lemari dengan rapi. Kelebihan itu membuat hidup saya lebih simpel.”