KRISIS kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza dan Tepi Barat Palestina terus memburuk seiring meningkatnya eskalasi militer oleh Israel dalam periode 14–22 Juli 2025.
Berdasarkan laporan dari berbagai sumber kemanusiaan internasional dan pemantauan media independen di lapangan, serangan udara, blokade bantuan, dan ketegangan politik internal Israel memperburuk penderitaan warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak.
Serangan Militer dan Dampak Sipil
Pada 16 Juli 2025, pasukan militer Israel meluncurkan serangan intensif ke Khan Yunis, wilayah selatan Gaza, diikuti oleh tembakan artileri yang menghantam sektor barat pada 18 Juli.
Serangan udara terhadap Kota Gaza menghancurkan sejumlah permukiman sipil, memperparah krisis tempat tinggal yang telah melanda wilayah tersebut sejak awal tahun.
Kelompok perlawanan Palestina membalas dengan peluncuran roket yang memicu respons sistem pertahanan udara Israel. Ledakan terdengar di wilayah tengah pada 15 Juli, menciptakan ketegangan yang makin meluas.
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Pangan Dunia (WFP), krisis kelaparan kini mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Pada 22 Juli, warga Gaza dilaporkan mempertaruhkan nyawa hanya untuk memperoleh tepung makanan.
Serangan terhadap tenda pengungsi di kawasan al-Qadisiyah pada 21 Juli mengakibatkan jatuhnya korban sipil tambahan, termasuk anak-anak dan lansia.
Tepi Barat: Ketegangan Meningkat
Di wilayah Tepi Barat, pemukim Israel memperluas kontrol atas wilayah Palestina dengan membangun sinagog baru di kota Nablus.
Pada saat bersamaan, mereka dilaporkan menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan—sebuah pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Sementara itu, dinamika politik internal Israel juga menunjukkan ketidakstabilan. Partai ultra-ortodoks “Agudat Yisrael” secara resmi menarik diri dari koalisi pemerintahan pada 15 Juli.
Situasi kian genting setelah Knesset, parlemen Israel, pada 22 Juli berencana mengesahkan rencana aneksasi resmi wilayah Tepi Barat—langkah yang dikecam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amnesty International sebagai pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2334 (2016).
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Parah: Seruan untuk Tindakan Nyata dari Indonesia
Relevansi Global dan Posisi Indonesia
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk bersuara dan bertindak.
Dalam keterangan yang disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Indonesia “mengecam segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap warga sipil Palestina” (Kemlu RI, 2025).
Selain aspek kemanusiaan, konflik ini turut memengaruhi stabilitas ekonomi global, terutama harga energi. Indonesia sebagai negara importir minyak akan terkena imbas langsung dari ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah.
Seruan Aksi: Pemerintah dan Masyarakat Indonesia
Untuk Pemerintah Indonesia:
Mendorong penyusunan resolusi darurat di PBB untuk menghentikan kekerasan dan mencegah aneksasi wilayah Palestina.
Menyalurkan bantuan kemanusiaan berupa makanan, logistik, dan layanan medis melalui lembaga terpercaya seperti UNRWA dan ICRC.
Memperkuat posisi diplomatik Indonesia di OKI dan G-20 sebagai negara penyeimbang dalam konflik Timur Tengah.
Baca juga: Krisis Gizi Semakin Parah, 16.000 Porsi Makanan Hangat Berhasil Dikirim ke Gaza
Untuk Masyarakat Indonesia:
Menyebarluaskan informasi akurat mengenai kondisi terkini di Gaza untuk meningkatkan kesadaran publik.
Berpartisipasi dalam petisi global dan aksi damai mendesak penghentian agresi militer dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan.
Kesimpulan
Tragedi kemanusiaan yang tengah berlangsung di Gaza dan Tepi Barat bukan hanya konflik regional, tetapi juga cerminan krisis nilai-nilai kemanusiaan universal.
Indonesia memiliki peran penting, tidak hanya sebagai negara besar di dunia Muslim, tetapi juga sebagai pengusung perdamaian dan keadilan global.
Sudah saatnya Indonesia bersuara lebih lantang dan bertindak lebih konkret. Dunia menanti, dan rakyat Palestina membutuhkan solidaritas nyata. Diam bukan pilihan. Aksi adalah kebutuhan.[Sdz]