KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus pencabulan yang dilakukan guru kepada 19 pelajar laki-laki di Minahasa Selatan.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar menegaskan, KemenPPPA tidak akan mentoleransi segala bentuk kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan.
Menurutnya, lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat aman bagi anak mengenyam pendidikan dan menjadi lokasi pengasuhan alternatif.
“KemenPPPA mengecam segala bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab di satuan pendidikan,” kata Nahar dikutip dari kemenpppa.go.id
Kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru kepada 19 anak murid, lanjut Nahar, telah menimbulkan trauma yang mendalam dan menyakiti perasaan keluarga korban.
“Oleh karenanya, KemenPPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) pada Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) akan terus berkoordinasi dengan Dinas PPPA Kabupaten Minahasa Selatan dalam memastikan perlindungan, pemenuhan hak dan keadilan bagi korban terpenuhi, serta memberikan efek jera bagi pelaku melalui sanksi hukum yang tegas,” ungkap Nahar.
Dinas PPPA Kabupaten Minahasa Selatan, menurut Nahar, telah melakukan upaya perlindungan dan pemenuhan hak atas korban telah dilaksanakan, salah satunya melalui pendampingan psikologis bagi korban anak.
Baca Juga: Krisis Adab Guru dan Murid
KemenPPPA Kecam Kasus Pencabulan Guru terhadap 19 Pelajar di Minahasa Selatan
“Dari hasil koordinasi dengan Dinas PPPA Kabupaten Minahasa Selatan, mereka telah melakukan upaya penanganan psikologis kepada anak-anak korban melalui pelaksanaan asesmen untuk memetakan kondisi psikis korban,” ujarnya.
Selanjutnya, Dinas PPPA berkolaborasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Utara juga sedang mempersiapkan upaya penanganan psikologis bagi korban agar bisa pulih dari trauma yang dialaminya.
Nahar menyampaikan, kasus pencabulan yang dilakukan oleh guru di Minahasa Selatan dilakukan di sekolah dan di rumah pelaku dengan modus menahan korban saat pulang sekolah dan mengajak korban bermain video game.
Pelaku memegang alat kelamin korban, hingga melakukan sodomi kepada tiga orang korban. Selain itu, pelaku juga mengancam korban tidak akan memberikan nilai bagus jika korban tidak mengikuti kemauannya.
Nahar menambahkan, beberapa anak mengaku mendapat perlakuan tidak pantas lebih dari sekali hingga lima kali.
Namun, saat ini korban sudah dapat bersekolah dan beraktivitas seperti biasa dengan tetap mendapat pendampingan dari Dinas PPPA setempat.
“KemenPPPA melalui Tim SAPA pada Layanan AMPK akan menjalin koordinasi lebih lanjut dengan UPTD PPPA Sulawesi Utara dan Dinas PPPA Minahasa Selatan untuk memastikan pendampingan psikis bagi korban akan terus berjalan sesuai dengan kebutuhan,” tambahnya.
KemenPPPA juga mendorong proses hukum bagi pelaku berlanjut agar kasus tersebut tidak lagi terulang dan korban serta keluarganya mendapatkan keadilan.
Nahar menyampaikan, jika terbukti melakukan tindak kekerasan seksual, khususnya pencabulan terhadap anak, maka sesuai dengan Pasal 82 Ayat (1), (2), dan (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pelakunya dapat dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun penjara, dan dapat diperberat 1/3 dari ancaman pidananya karena terduga pelaku adalah seorang pendidik, dan korbannya lebih dari 1 (satu) orang.
Nahar juga mendorong agar masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melapor ke pihak berwajib atau melalui SAPA 129 KemenPPPA pada hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali.[ind]