PIMPINAN Pusat Fatayat NU (Nahdhatul Ulama) menggelar pelantikan pengurus dan Rapimnas pengurus masa bakti 2022-2027 di Hotel Grand Syahid Jaya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (23/12/2022).
Mengangkat tema “Menguat Bersama, Maju Bersama, untuk Perempuan Indonesia dan Peradaban Dunia”, kegiatan ini merupakan rangkaian acara seusai Kongres XVI PP Fatayat NU di Palembang pada Juli lalu.
Dalam akun IG @pp_fatayatnu pada Jumat (23/12/2022), terlihat sejumlah perwakilan dari PW dan PAC Fatayat NU dari berbagai kota bersiap melaksanakan pelantikan dan rapimnas.
Mereka mengenakan seragam resmi bernuansa hijau dengan kerudung putih khas Fatayat NU.
Tampak juga Ketua Umum PP Fatayat NU terpilih periode 2022-2027, Hj. Margaret Aliyatul Maimunah, yang didukung mayoritas delegasi Kongres XVI yang meliputi pimpinan wilayah dan cabang dari seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Liya, sapaan akrabnya, menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Fatayat NU. Pada Kongres XVI di Stadion Jakabaring, Palembang, ia terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PP Fatayat NU.
Bagi Liya, yang juga Komisional KPAI periode itu, keberadaan Fatayat NU harus dirasakan secara nyata oleh masyarakat melalui pendampingan dan advokasi isu-isu perempuan dan anak di wilayahnya masing-masing.
Baca Juga: Ketum Fatayat NU: Pelaku KDRT Harus Diproses Secara Hukum
Fatayat NU Gelar Pelantikan Pengurus dan Rapimnas Masa Khidmat 2022-2027
Dikutip dari nu.or.id, Liya berkomitmen untuk melakukan penguatan organisasi, percepatan sistem kaderisasi, dan pembaharuan regulasi-regulasi merujuk pada visi dan misi PBNU.
“Untuk renstra, kami berusaha bergerak cepat dengan membangun sistem pengaderan yang baru yang lebih masif,” kata Liya.
Ia menambahkan, timnya akan belajar dari berbagai pihak yang dianggap bisa memberikan kontribusi terkait dengan penguatan sistem kaderisasi Fatayat NU.
Sementara itu, Ketua PW Fatayat NU DKI Jakarta Kusnainik menyambut baik pelantikan tersebut dan mendukung sepenuhnya kebijakan Ketua Umum PP Fatayat NU.
“Kami percaya insyaAllah Fatayat akan lebih baik di bawah kepemimpinan beliau, apalagi jaringan beliau luas, baik dalam negeri maupun internasional,” kata Kusnainik.
Dalam situs fatayatnu.or.id, disebutkan bahwa kontribusi penting Fatayat NU dalam dekade terakhir ini adalah telah mendidik perempuan dari kultur santri menjadi ”manusia yang utuh ” dengan pilihan-pilihan yang dikehendakinya.
Kendati perempuan harus berhadapan dengan pemahaman keagamaan yang sangat lekat dengan sistem ajaran yang mengkerdilkan perempuan, tetapi sejumlah perempuan NU pada dekade terakhir ini mencoba keluar dari lorong-lorong pemaknaan tersebut dengan mempertanyakan kembali secara mendasar eksistensi mereka melalui penafsiran agama, konsep seksualitas dan politik perempuan.
Pada akhirnya, keseluruhan proses dan perubahan tersebut terjadi karena Fatayat NU bersentuhan dengan ruang dan waktu. Ia terbuka pada perubahan dengan situasi yang terus berubah. Ia menyerap, merefleksikan, menyusun strategi dan memulai aksi. Tak jarang pula, dalam prosesnya ada tangis dan airmata.
Hal yang tak berubah dari pelbagai perubahan tersebut adalah aktivis perempuan Fatayat NU dalam melakukan strategi perjuangannya tetap tidak beranjak pada al-Quran sebagai rujukan utama dan pertamanya, as-Sunnah sebagai landasan berikutnya dan rujukan para ulama yang termaktub pada nilai-nilai ”Ahlussunnah wal-Jamaah” sebagai pijakannya.[ind]