KASUS Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami oleh publik figur, Lesti Kejora, menyorot perhatian dari banyak kalangan, tak terkecuali organisasi perempuan Nahdlatul Ulama, Fatayat NU.
Fatayat NU memberikan dukungan kepada Lesti Kejora untuk melakukan proses hukum, sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum PP Fatayat NU, Margaret Aliyatul Maimunah dalam akun instagram resmi @pp_fatayatnu_
“Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) harus diproses secara hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di negara kita,” ungkapnya. (09/10/2022)
Baca Juga: At-Tahrim Ayat 11, Fir’aun Melakukan KDRT Terhadap Istrinya Hingga Wafat
Ketum Fatayat NU: Pelaku KDRT Harus Diproses Secara Hukum
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menunjukkan bahwa hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia.
Sebanyak 79,5 persen atau 16.745 korban adalah perempuan. Sisanya, yakni 2.948 KDRT menimpa laki-laki.
Margaret yang juga Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menambahkan bahwa biasanya korban enggan melaporkan kasus KDRT dengan berbagai pertimbangan.
“Banyak pertimbangan korban untuk melaporkan kasus KDRT. Pertimbangan anak salah satunya. Lebih berat lagi kalau korban adalah publik figur.”
Baginya sikap yang dilakukan Lesti Kejora dalam tindaklanjut KDRT ke proses hukum, merupakan bentuk keberanian perempuan dalam melawan KDRT.
Dalam Pasal 1 UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT (PKDRT) mendefinisikan KDRT sebagai,
“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. ”
View this post on Instagram
Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, sebagai Ketua Bidang Advokasi, Hukum dan Politik PP Fatayat NU menambahkan bahwa bentuk-bentuk KDRT yang tertuang di UU PKDRT meliputi kekerasan fisik (Pasal 6), kekerasan psikis (Pasal 7), kekerasan seksual (Pasal 8), dan penelantaran rumah tangga (Pasal 9).
Ia berharap, proses hukum terhadap pelaku tetap dilanjutkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
Termasuk memberikan contoh kepada masyarakat bahwa ada punishment bagi para pelaku KDRT. [Ln]