PRESIDEN Prabowo Subianto berencana akan melakukan evakuasi seribu warga Gaza ke Indonesia. Pro kontra pun bermunculan.
Di tengah ramainya kasus Tarif Trump sejak tiga hari Lebaran (Rabu 3/4), tiba-tiba Presiden Prabowo bikin heboh. Ia mengatakan akan mengevakuasi seribu warga Gaza ke Indonesia.
Hal ini disampaikan Prabowo pada Rabu dini hari saat akan melakukan lawatan ke sejumlah negara: Turki, UEA, Qatar, dan lainnya.
Apa di balik gagasan ‘sumbang’ itu? Benarkah karena didorong rasa keprihatinan yang mendalam terhadap krisis kemanusiaan di Gaza, atau ada sebab lain?
Pro Kontra Ide Evakuasi Warga Gaza
Sontak saja, ide tiba-tiba Presiden tentang evakuasi seribu warga Gaza menuai pro dan kontra di tanah air. Yang pro umumnya datang dari pihak dalam pemerintahan. Dan yang kontra datang dari luar, seperti para pengamat, aktivis kemanusiaan, bahkan Majelis Ulama Indonesia.
Menurut yang pro, evakuasi bukan relokasi. Evakuasi bersifat sementara, sementara relokasi permanen.
Hal ini dijelaskan oleh Menlu bahwa evakuasi bersifat sementara hingga keadaan kondusif. Setelah sembuh, setelah keadaan kembali normal, warga Gaza akan dikembalikan lagi ke negaranya.
Namun menurut yang kontra, ide evakuasi nyaris tak mungkin dilakukan. Hal ini karena mau tidak mau, tindakan evakuasi harus melibatkan pihak Israel. Padahal, Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan negeri zionis itu.
Terlebih lagi jika evakuasi dilakukan dalam jumlah besar. Padahal, untuk mengevakuasi seperti Bang Onim dan keluarga saja dari Gaza, sulitnya bukan kepalang. Padahal jumlah mereka hanya lima orang.
‘Mensyiarkan’ Program Trump dan Netanyahu
Sejak awal Trump dan Netanyahu meminta negara-negara sekitar mau menerima warga Gaza yang akan direlokasi. Negara-negara tersebut antara lain Arab Saudi, Yordania, Mesir, bahkan Indonesia.
Namun, negara-negara seperti Arab Saudi, Yordania, dan Mesir, menolak. Mereka menilai bahwa hal itu bukan solusi. Jika ingin menormalisasi keadaan di Gaza, solusinya bukan relokasi warga Gaza. Tapi membangunnya kembali seperti sediakala.
Selain itu, para pemimpin negara muslim tersebut paham benar kalau hal ini hanya akal-akalan ‘Paman Gober’ dan keponakannya. Karena seperti yang sudah-sudah, warga negara Palestina yang mengungsi keluar negeri, tak mungkin bisa kembali ke tanah air.
Kalau skenario evakuasinya saja susahnya bukan main, apalagi mengembalikan mereka ke tanah air. Sangat mustahil.
Selain itu, anggaran evakuasinya dari mana? Hal ini karena evakuasi tentu membutuhkan dana besar. Padahal, di dalam negeri saja, keadaan keuangan sudah sangat memprihatinkan.
Sepekan setelah Keluarnya Tarif Trump
Donald Trump menyombongkan diri pasca mengumumkan kebijakan tarif baru. Menurutnya, banyak negara yang menjilatnya dan siap melakukan apa saja yang diinginkan Amerika demi tarif tidak diberlakukan.
“Kalian tahu, mereka sangat ingin membuat kesepakatan. ‘Tolong, tolong. Aku akan melakukan apa saja, aku akan melakukan apa saja, Tuan!” ucap Trump saat pertemuan internal Partai Republik pada Rabu (9/4).
Hanya Cina yang terlihat berani melakukan perlawanan. Meskipun perlawanan itu dibalas Trump dengan tarif baru yang kian tak masuk akal.
Pertanyaannya, apakah evakuasi ala Presiden Prabowo sebagai bentuk dari kepasrahan terhadap apa yang diinginkan Trump? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak.
Sebagai presiden, mungkin wajar saja jika Prabowo melakukan manuver demi untuk meringankan beban yang akan ditanggung rakyat Indonesia dari Tarif Trump yang ugal-ugalan itu.
Namun sebagai warga dunia yang terhormat, terlebih lagi sebagai sesama muslim, rasanya tak pantas jika hal itu diucapkan di tengah genosida yang kian memprihatinkan terhadap rakyat Gaza.
Karena hal ini, boleh jadi, akan menjadi preseden untuk negara-negara muslim lainnya. Kalau Indonesia saja mau mengevakuasi warga Gaza; kenapa Mesir, Yordania, Arab Saudi, UEA, dan lainnya menolak. Padahal lokasi mereka jauh lebih dekat dari Indonesia.
Dengan kata lain, disadari atau tidak, Indonesia seperti masuk dalam perangkap Trump dan Netanyahu menjadi bagian akal-akalan mengungsikan warga Gaza untuk ‘sementara’.
Ketika Gaza hanya ditinggali oleh mereka yang siap berjuang hingga tetes darah penghabisan, saat itulah, Trump dan Netanyahu akan habis-habisan membantai mereka demi untuk mencaplok wilayah Gaza.
Rasanya, Indonesia bukan tipe bangsa yang setega itu. Indonesia tegak berdiri sejak 79 tahun lalu juga seperti yang dilalui rakyat Palestina saat ini. Terus berjuang hingga tetes darah penghabisan.
Kalau ingin membantu rakyat Palestina, galang terus kekuatan, dalam dan luar negeri, agar mereka bisa merdeka. Persis seperti yang pernah mereka lakukan untuk kemerdekaan Indonesia di masa lalu. Karena Palestinalah, negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. [Mh]