DRUZE menjadi pintu masuk Israel ke wilayah Suriah. Inilah komunitas minoritas yang menjadi pion Israel untuk menghancurkan Suriah dari dalam.
Druze dan Agama Aneh
Kata Druze berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari Darzu. Kata ini menjadi nama sebuah agama yang lain dari yang lain.
Pendiri agama Druze pertama adalah Hamzah bin Ali, seorang tokoh syiah Ismailiyah yang berasal dari kota Ismailiyah di Mesir pada dinasti Fathimiyah pada sekitar abad 12 M.
Meski berasal dari ajaran Syiah, tapi Druze muncul sebagai kombinasi antara Syiah, Kristen, Hindu, Budha, bahkan pemikiran filsafat Yunani.
Mereka tertutup dari dunia luar. Tidak melakukan pernikahan lintas agama, termasuk selalu hidup berkelompok di suatu wilayah.
Eksistensi Kaum Druze
Jumlah kaum Druze sekitar 1 juta orang. Mereka tersebar di tiga tempat besar: Suriah, Lebanon, dan Dataran Tinggi Golan yang diklaim sebagai wilayah Israel.
Dari tiga lokasi itu, yang paling besar tinggal di Suwaida, masuk wilayah Suriah. Wilayah ini berada di bagian selatan Damaskus. Jumlah Druze di wilayah itu sekitar 500 ribu.
Sementara jumlah yang tinggal di Lebanon lebih dari 300-an ribu. Dan sisanya tinggal di Golan dan ada juga yang menetap di berbagai negara di Eropa sebagai imigran.
Meski dalam agama yang sama, tapi tiga kelompok tersebut memiliki garis perjuangan yang berbeda, bahkan berseberangan. Di Lebanon, Druze berperang melawan Israel, di Suriah netral, sementara di Golan justru menjadi warga dan pasukan Israel.
Pemimpin Druze di Golan bernama Syaikh Muwafiq. Sementara yang ada di Suwaida di wilayah Suriah bernama Hikmat Salman Al-Hijri.
Hikmat Al-Hijri
Sosok Hikmat Al-Hijri inilah yang menjadi pion Israel yang mengobok-obok Suriah dari dalam. Meskipun sebelumnya, Druze di wilayah ini netral.
Karena ‘gosokan’ dari Druze wilayah Golan: Muwafiq, Hikmat Al-Hijri merasa dijanjikan Israel akan menjadi ‘raja’ di wilayah Suriah. Hal inilah yang mengubah netralnya Druze menjadi anti kepemimpinan Suriah yang dipimpin Sunni saat ini.
Dilema Suriah menghadapi Druze
Pemerintah Suriah merasa dalam dilema besar menghadapi permainan Israel melalui Druze.
Di satu sisi, Druze terus-menerus merongrong wibawa pemerintahan yang baru ini. Tapi di sisi lain, ketegasan terhadap Druze bisa menjadi pintu masuk Israel untuk melindungi minoritas yang terancam genosida.
Sepertinya, Israel punya strategi yang berbeda antara di Suriah dan di Iran. Jika di Iran, Israel menghabisi para pemimpinnya. Sementara di Suriah, yang diincar Israel adalah pencaplokan wilayah daripada menghabisi pemimpin Suriah.
Sayangnya, pemerintahan yang masih dalam hitungan bulan ini belum memiliki peralatan militer yang memadai. Sehingga serangan terbuka Israel ke kantor pemerintah tak bisa dibalas dengan tembakan serupa.
Jika tidak hati-hati, maka wilayah Suwaida dan wilayah-wilayah yang berbatasan langsung dengan Israel akan dicaplok secara sistematis. Ujungnya, Israel akan mengangkat pemimpin ‘boneka’ di Suriah. Dan sang ‘boneka’ berasal dari kaum Druze. [Mh]