ChanelMuslim.com – Bayangkan, intel pemerintah China dikerahkan untuk tinggal bersama keluarga minoritas Islam Uighur di wilayah Xinjiang, sebelah Barat Laut China. Mereka memata-matai 24 jam tanpa jeda.
“Tekanan dan penindasan rejim komunis China terhadap etnik Islam Uighur benar-benar menyiksa. Anggota intel China diperintahkan menghuni setiap rumah keluarga Uighur di Xinjiang, sampai tidur bersama seluruh anggota keluarga,” ungkap President of Uyghur Ulema Union Australia, Abdussalam Alim, di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (12/2/2019).
Didampingi rekannya, Dr Sirajuddeen Azizi, President of Uyghur Science and Civilization Research Foundation, delegasi pimpinan Uighur ini berdialog dengan delegasi kemanusiaan dari Malaysia, Turki, dan Indonesia serta Qatar.
Delegasi tuan rumah dipimpin Ketua Pegawai Eksekutif Global Peace Mission (GPM) Malaysia, Ahmad Fahmi Samsudin. Turut hadir Ustadz Safwan Badri, juru dakwah Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) dan aktivis kemanusiaan dari Yayasan Annida.
Dari Turki hadir President of Union of East Turkistan NGO’s, Hidayet Oghuzkhan, dan Head of East Türkistan Human Rights Project, Dr Ali Rozi. Sedangkan Indonesia diwakili Direktur LAZNAS Dewan Dakwah, H Ade Salamun MA.
Abdussalam mengungkapkan, bukan saja hak mereka sebagai rakyat negara China dinafikan, lebih kejam lagi hak asasi sebagai manusia dan Muslim juga diabaikan.
‘’Rezim China coba melenyapkan kehidupan dan eksistensi etnik Uighur dari Tanah Air-nya,’’ tandas Alim.
Deputy President of İslamic Society of South Australia, itu memaparkan, Xinjiang sebelum ini dikenali sebagai Turkistan Timur yang dibuka ketika zaman Bani Umayyah pada tahun 96 Hijrah. Jadi, negeri ini asalnya memang wilayah milik Islam sebelum dijajah Komunis China.
Menurut Alim, wilayah Xinjiang yang berbatasan dengan Pakistan dan Afganistan, sudah 70 tahun dicengkeram kekejaman pemerintah penjajah.
“Ajaran Islam, cara hidup Islam termasuk makanan dan minuman yang bertanda halal juga dilarang. Kami etnik Uighur tidak lagi boleh mengucapkan assalamualaikum. Malah setiap kali solat, selepas tahiyat akhir, ucapan salam diganti dengan ‘semoga Presiden China, Xi Jinping panjang umur’. Tidak boleh sebut Allah, tidak boleh mengamalkan agama Islam, semuanya didoktrin bertuhankan pemerintah China. Kami juga dipaksa minum arak di tempat keramaian pada bulan puasa,’’ bebernya pilu.
“Masjid dikunci, kami tidak dibenarkan berpuasa. Ketika Bulan Ramadan jika buka lampu pada waktu sahur, seluruh keluarga akan ditangkap. Malah ketika siang, mesti mengaku tidak berpuasa agar tidak ditangkap.
“Tambahan pula, seperti sekarang, sambutan Tahun Baru Cina (Imlek), etnik Islam Uighur dipaksa memakan daging babi untuk tujuan perayaan, jika kami tolak kami dituduh sebagai ekstremis,” imbuh Salim.
Muslim Uighur dilarang sama sekali menyimpan al-Quran, sejadah, ayat-ayat suci atau gambar Kaabah di rumah atau tempat-tempat umum. Kalau ketahuan, dibakar.
“Lebih dahsyat lagi, bukan penguasa China yang membakar sebaliknya mereka mengarahkan Islam Uighur sendiri membakarnya.
“Kami juga tidak dibenarkan untuk mempunyai atau menyimpan sebarang senjata tajam mahupun pisau. Jika mengusahakan jualan daging atau makanan lain yang perlu menggunakan pisau, ia diikat di meja atau ditempat berniaga, tidak boleh di bawa pulang,” katanya.
Bercerita mengenai tipu daya pemerintah China, beliau berkata, China mengijinkan kunjungan delegasi luar ke Wilayah Xinjiang. Namun, lawatan itu disusun dan diatur agar yang terlihat hanya versi pemerintah komunis itu.
“Sehari sebelum kunjungan delegasi luar ke Wilayah Xinjiang, pemerintah Republik China akan membuka masjid-masjid yang dikunci selama ini. Kemudian, ditugaskan seorang imam upahan yang akan menceritakan ideologi-ideologi pemerintah China dan dasar pemerintah yang baik-baik sahaja kepada pelawat misalnya etnik Uighur bebas mengamalkan agama Islam. Namun, selepas visitor pulang, kami akan ditekan seperti biasa.’’
Selama di Xinjiang, delegasi luar juga hanya dibenarkan melawat di kawasan dan tempat tertentu saja yang sudah di-setting.
Dalam kehidupan sehari-hari, diskriminasi berlaku untuk Muslim Uighur. ‘’Meskipun Uighur memiliki kartu pengenal China dan mata uang negara, namun kami dilayani dengan buruk. Diskriminatif. Misalnya sekiranya kami (Uighur) berkunjung ke Shanghai atau Beijing, tidak dibenarkan menaiki kendaraan umum dan menginap di hotel.
Muslimah Uighur juga dipaksa berbusana dengan gaya wanita China. Selain itu, kata Alim, pemerintah China memaksa perempuan Uighur menikah dengan lelaki bukan Islam dari etnik Han. Tujuannya agar anak yang dilahirkan tidak lagi Islam.
Testimoni Abdussalam Alim mengkonfirmasi laporan Amnesty Internasional tentang penderitaan orang-orang Uighur. Berdasarkan wawancara dengan lebih dari 100 orang saksi, Amnesty Internasional mengungkap kekejaman program ‘’deradikalisasi’’ Uighur yang meningkat sejak Maret 2017.
Ade Salamun dalam pertemuan tersebut menyampaikan donasi awal dari masyarakat melalui Laznas Dewan Dakwah untuk Uighur sebesar 5000 USD.
‘’Insya Allah kita akan mengajak masyarakat Indoesia untuk lebih peduli pada nasib Muslim Uighur baik yang di dalam maupun luar Xinjiang,’’ kata Ade.
Ia menambahkan, Dewan Dakwah juga akan terlibat aktif dalam perjuangan diplomasi untuk menanggulangi krisis Uighur.[ah/rilis]