ChanelMuslim.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi PKS, Mulyanto minta BPOM hati-hati dan terbuka kepada masyarakat ilmiah terkait proses perijinan obat Covid 19 yang diajukan oleh tim peneliti Universitas Airlangga, Badan Intelijen Negara dan TNI. Jangan karena dalam kondisi darurat, proses pengujian obat dilakukan secara tergesa dengan mengabaikan prosedur ilmiah yang baku.
"Kita tentu gembira mendengar kabar sudah ditemukan obat Covid 19 ini. Jika temuan ini benar, maka akan sangat membanggakan, karena obat tersebut merupakan temuan pertama di dunia.
Namun, temuan itu benar-benar harus dapat diuji secara empiris, ilmiah dan sesuai dengan standar metodologi pengujian yang baku. Supaya obat Covid-19 yang ditemukan oleh tim peneliti gabungan kedokteran Unair, BIN dan TNI ini terbukti efektif dan tidak ada efek samping bagi pasien," tegas Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini mengingatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mereview semua prosedur penelitian dan uji klinis obat ini.
BPOM juga perlu menguji secara transparan tingkat validitas dan prosedur perizinan sesuai ketentuan yang berlaku. Agar kelak masyarakat menjadi yakin dan tidak bingung.
"Saya yakin ukuran-ukuran ilmiah itu sudah baku. Indikatornya jelas. Sehingga, selama hasil-hasil penelitian obat ini terbuka bagi masyarakat ilmiah, maka tipu-tipu ilmiah, yang akan merugikan masyarakat, dapat dihindari," jelas Mulyanto.
Sebelumnya beredar kabar bahwa tim peneliti gabungan dari Unair, BIN dan TNI telah menemukan obat Covid 19, yang baru saja selesai tahap uji klinis dan tengah menunggu proses izin produksi dan izin edar dari BPOM.
Obat Covid yang ditemukan tim Unair ini adalah kombinasi dari 3 jenis obat tunggal, yang telah diberikan kepada pasien Corona di berbagai belahan dunia, yang terdiri dari: Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
Rektor Universitas Airlangga menjelaskan bahwa obat tersebut merupakan kombinasi dari berbagai macam obat.
Untuk mempercepat proses rilis kombinasi obat tersebut, Rektor Unair meminta kepada pihak TNI, Polri, BIN, IDI, Ikatan Apoteker Indonesia, Kimia Farma, serta Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, mau bahu-membahu mempercepat proses perijinan obat tersebut.
Rektor berharap pihak BPOM untuk memperlancar izin produksinya. Sehingga obat ini dapat diproduksi secara massal untuk kepentingan masyarakat Indonesia.
Sementara pakar Epidemologi UI dan Griffith University Australia menilai tahapan penelitian dan uji klinis obat tersebut tidak transparan.
Proses penciptaan obat ini dinilai tidak menunjukkan tahapan yang gamblang dan transparan. Termasuk desain riset, eksekusi, dan juga analisis atas hasil uji cobanya.
Padahal, menurut para pakar epidemologi itu, semua tahapan itu harus terpenuhi dan diketahui dengan jelas melalui suatu laporan ilmiah. Hal itu untuk menjadi rujukan dan evaluasi ilmiah para akademisi di seluruh dunia. Apabila tahapan-tahapan penting ini tidak terpenuhi maka akan sangat berbahaya.
Menurut Mulyanto, kontroversi dari masyarakat ilmiah ini perlu menjadi perhatian pihak BPOM dalam memproses perijinan obat Covid tersebut, sehingga obat yang kelak diijinkan adalah benar-benar obat yang bermanfaat buat masyarakat luas dan disambut baik oleh mereka.