ChanelMuslim—Seratusan mahasiswa dan alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah (STID DI) Al-Hikmah, Jakarta, Sabtu (11/6/2016) temu bareng para dosen dalam acara buka puasa bersama (ifthar jama’i).
Sambil menunggu datangnya adzan Maghrib, mereka mendengarkan pengalaman sejumlah dosen senior yang menimba ilmu agama dengan suka dan dukanya di kawasan Timur Tengah, khususnya Mesir.
Ustadz Ahmad Yaman yang mendapat giliran pertama mengemukakan pengalamannya menimba ilmu di kampus Islam tertua di dunia, Universitas Al-Azhar. Saat dirinya kecil, katanya, ia tak bermimpi bakal menuntut ilmu ke negeri jauh. Hanya saat bersekolah menengah/aliyah saja dia kerap berdialog dengan orangtuanya.
“Bapak saya bilang, bapak yang bertugas mencari nafkah untuk menyekolahkan saya hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Sementara saya ditugaskan orangtua untuk banyak-banyak berdoa dan menjalankan shalat malam. Alhamdulillah, tak disangka saya mendapatkan beasiswa studi ke Al-Azhar dengan izin Allah swt,” ujarnya. Beasiswa itu, katanya, ia dapatkan setelah dirinya nekat berangkat ke Mesir dengan istilah ‘terjun bebas’, melalui kerja keras sebelum di terima di perguruan tinggi Islam bergengsi tersebut.
Ustadz Yaman menceritakan jika nilai studi yang didapatkannya makin tinggi saat dirinya melangsungkan pernikahan pada usinya yang ke-21 dengan seorang mahasiswi yang juga sepantar usianya. “Alhamdulillah, berkah dari nikah, nilai saya makin tinggi yang sebelumnya nggak pernah setinggi itu,” ucapnya.
Ustadzah Sinta Santi dan Ustadzah Eva Ummu Yumna berbagi pengalaman yang sama saat keduanya menimba ilmu kampus Al-Azhar, Kairo. Ustadzah Sinta mengungkapkan banyak kisah yang haru baru saat dirinya berusaha keras untuk dapat kuliah di sana. “Saya alumnus sastra Arab di UI, tapi di sana saya harus menunggu satu tahun untuk dapat mengikuti tes. Setelah ikut tes, saya pun tak langsung masuk ke Al-Azhar, tapi sekolah yang setara dengan SMP. Alhamdulillah dengan kesabaran dan ketekunan akhirnya saya dapat kuliah di Al-Azhar,” katanya.
Menurutnya, beberapa kejadian membuatnya seperti stres ketika ada sejumlah mata kuliah yang gugur dan harus mengulang. Tapi, katanya, ia tak mau menyerah, hingga meski tertatih-tatih, kuliah tingkat sarjana itu pun ia lalui dengan penuh kenangan.
“Menurut saya, proses belajr itu tidak mudah. Nilai itu bagi saya tak penting, tapi pengorbanan dalam menimba ilmu itu yang luar biasa,” ujarnya.
Ustadzah Eva berkisah jika dirinya tak banyak mengalami duka seperti yang dialami oleh seniornya, Ustadzah Sinta. “Alhamdulillah, proses studi saya banyak kemudahan di sana. Saya yakin ini berkat doa dari orangtua saya yang senantiasa mendukung studi saya,” kata alumnus pertama pada Madrasah Aliyah Al-Hikmah ini. Seperti pengalaman dosen yang lain, Ustadzah Eva juga menikah saat menjalankan studi pada usianya yang masih belia, 20 tahun.
Pengajar senior, Ustadz Abdul Muiz, membeberkan pengalaman memimba ilmunya di Universitas Al-Azhar. Dia juga bersyukur mendapat kesempatan studi di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Hadits hingga meraih gelar master. “Jurusan ini jarang ada yang memilihnya karena dikenal susah materinya. Alhamdulillah dengan takdir Allah dan usaha keras saya dapat melaluinya,” ujarnya.
Dari semua nikmat yang didapatkannya, menurutnya, nikmat berharga yang ia rasakan manfaatnya adalah pengalaman berinteraksi dan hidup bersama harakah dakwah. (mr)