AQSA Working Group (AWG) menggelar rangkaian Bulan Solidaritas Palestina (BSP) 2025 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada 13–15 November 2025.
Program tahunan ini menghadirkan berbagai kegiatan yang bertujuan memperluas pemahaman publik mengenai isu kemanusiaan Palestina, mulai dari expo, bedah buku, pemutaran film, hingga talkshow yang berlangsung selama tiga hari.
Pada hari pertama, Kamis (13/11/2025), AWG mengadakan talkshow bertajuk “Spirit Aktivisme dari Dunia untuk Palestina” di Aula HB Jassin.
Acara ini menghadirkan dua pembicara, yakni aktivis Global Sumud Flotilla, Muhammad Fatur Rohman, serta aktivis kemanusiaan Palestina, Elsa Masyita.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Keduanya membahas dinamika gerakan solidaritas internasional dan peran publik dalam mendukung perjuangan kemanusiaan di Palestina.
Dalam paparannya, Muhammad Fatur Rohman menegaskan bahwa isu Palestina bukan semata isu satu agama atau bangsa, melainkan persoalan kemanusiaan yang telah memantik keprihatinan dunia selama delapan dekade.
Ia menyoroti gerakan Global Sumud Flotilla yang diinisiasi oleh 47 negara dan diikuti lebih dari 700 aktivis lintas agama, ras, dan kewarganegaraan.
Menurutnya, hampir separuh dari mereka bukan beragama Islam, bahkan beberapa tidak beragama, namun memiliki komitmen yang sama untuk menolak ketidakadilan dan menuntut penghentian blokade terhadap Gaza.
AWG Gelar Bulan Solidaritas Palestina 2025 di TIM, Angkat Spirit Aktivisme Global
Fatur menjelaskan bahwa aktivisme global tidak hanya diwujudkan melalui aksi langsung di lapangan, tetapi juga melalui demonstrasi publik, kampanye digital, media sosial, hingga gerakan akademik dan kultural seperti diskusi kepalestinaan.
Ia menilai tantangan yang dihadapi aktivis kini semakin beragam, mulai dari disinformasi media hingga tekanan politik dari berbagai negara.
Meski demikian, ia melihat tumbuhnya generasi baru yang semakin sadar pentingnya memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina.
Sementara itu, Elsa Masyita menekankan bahwa spirit aktivisme bermula dari empati terhadap penderitaan orang lain.
Baca juga: AWG Gelar Konferensi Pers Penolakan Delegasi Israel di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 Jakarta
Ia menyebut bahwa selama hati masih terusik oleh ketidakadilan, maka masih ada ruang untuk peduli dan bertindak.
Sebagai perempuan, ibu, dan istri, Elsa merasa penting meneruskan nilai kepedulian terhadap Palestina kepada anak-anak, agar estafet solidaritas tetap terjaga.
Ia juga menilai perkembangan era digital membuat aktivisme semakin luas dan tidak terbatas pada aksi jalanan saja.
Menutup sesi, Elsa mengingatkan pentingnya “liberation of mind before liberation of land” sebagai fondasi perjuangan.[Sdz]





