ChanelMuslim.com – Meskipun Hari Hijab Dunia atau World Hijab Day sudah belangsung pada tanggal 1 Februari lalu, namun masih banyak para perempuan Muslim yang belum bisa secara bebas untuk mengenakan pakaian penutup aurat tersebut.
Dan inilah negara-negara yang pernah atau sedang melarang penggunaan hijab atau berbagai bentuk penutup kepala perempuan muslim lainnya, seperti niqab serta burka.
Dan berikut lima di antaranya:
Tunisia
Sekitar 99% warga Tunisia memeluk Islam.
Namun, negara yang pernah dijajah Prancis itu kerap disebut sebagai negara penduduk muslim di Benua Afrika bagian utara, yang paling “terpengaruh budaya barat”.
Pada 1981, pemerintah Tunisia mengeluarkan dekrit yang melarang perempuan menggunakan hijab di sekolah dan kantor-kantor pemerintah.
Berbagai kantor berita internasional, menuliskan pemerintah Tunisia semakin menggencarkan penerapan larangan itu pada 2006.
Polisi Tunisia dilaporkan mencegat perempuan di jalan-jalan raya, dan meminta mereka melepas hijabnya.
Presiden Tunisia saat itu, Zine El Abidine Ali, menyebut hijab adalah bagian dari busana kolot yang masuk ke negara itu tanpa diundang. Penggunaan hijab juga diklaim pemerintah “didorong oleh para ekstremis yang ingin mengeksploitasi agama untuk tujuan politik”.
Lembaga Council on American-Islamic Relations (CAIR) dalam pernyataan di situsnya pada 2006 mengecam kebijakan pemerintah Tunisia, dan mendesak “agar kebebasan beragama dijunjung tinggi dan dihargai.”
Namun, sejak Revolusi Tunisia pada 2010/2011, perempuan Tunisia semakin bebas menggunakan hijab. Kebebasan berbusana yang semakin terjadi belakangan ini bahkan membuat perempuan berani mengenakan niqab.
Prancis
Prancis pada April 2011 menjadi negara Eropa pertama yang melarang penggunaan kerudung yang menutup hingga ke wajah dan hanya menyisakan mata, atau niqab, di tempat umum.
Aturan ini berlaku baik untuk warga Prancis maupun orang asing. Yang melanggar bisa didenda 150 Euro atau Rp2,4 juta. Individu yang memaksa orang lain menggunakan niqab juga terancam denda 30.000 Euro atau sekitar Rp480 juta, disertai hukuman satu tahun penjara.
Berdasarkan data pada 2015, sebanyak 1.546 orang telah didenda terkait larangan niqab ini.
Kritik pun bermunculan. Pada 2014, seorang perempuan Prancis 24 tahun meminta dilakukan uji materi terhadap undang-undang tersebut. Menurutnya, larangan niqab melanggar kemerdekaannya dalam beragama dan berekspresi.
Namun, langkah itu terhenti ketika Mahkamah HAM Eropa mengukuhkan aturan larangan niqab itu pada 2 Juli 2014.
Presiden Prancis saat itu, Nicolas Sarkozy, menyebut niqab mengopresi perempuan dan oleh karena itu “tidak diterima” di Prancis.
Turki
Selama lebih 85 tahun warga Turki hidup dengan aturan sekuler di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk. Ataturk menilai hijab kolot.
Alhasil, penggunaan hijab dilarang di gedung-gedung pemerintahan.
Tentu ini menjadi perdebatan di negara yang terletak di dua benua: Asia dan Eropa itu. Pasalnya mayoritas warga Turki, sekitar 96%, memeluk Islam.
Perubahan terjadi pada 2008 ketika amandemen konstitusi Turki melonggarkan larangan hijab di kampus-kampus. Perempuan diperbolehkan menggunakan hijab yang agak longgar di bawah dagu.
Hijab rapat menutup leher masih dilarang saat itu.
Baru pada Oktober 2013, di bawah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan yang istrinya berhijab, Turki menghapus larangan penggunaan hijab di institusi-institusi pemerintahan, kecuali pengadilan, militer dan kepolisian.
Sejumlah pengkritik pemerintah meragukan ketulusan Erdogan, yang mengklaim penghapusan larangan hijab bertujuan untuk menjunjung demokrasi. Erdogan dituding punya ‘agenda Islam’ di pemerintahannya.
Pada Agustus 2016, Turki mulai membolehkah polisi perempuan (polwan) menggunakan hijab.
Denmark
Denmark mengumumkan larangan penggunaan niqab dan burka (penutup seluruh tubuh dan hanya menyisakan jaring-jaring di bagian mata untuk melihat) pada Mei 2018 dan mulai efektif sejak Agustus 2018.
Perempuan yang tertangkap mengenakan niqab atau burka bisa didenda 1.000 kroner atau sekitar Rp2 juta. Dendanya naik hingga 10.000 kroner atau Rp20 juta jika tertangkap untuk kali kedua.
Pemerintah Denmark 10 tahun lalu juga melarang hijab dan berbagai simbol keagamaan atau politik, termasuk salib dan turban, di ruang persidangan.
Pengumuman itu setelah munculnya desakan dari Partai Rakyat Denmark (DPP), yang dikenal dengan berbagai retorika anti-muslimnya.
DPP bahkan meminta larangan tersebut diperluas ke sekolah hingga rumah sakit.
Berbagai negara dengan penduduk muslim kerap berdemonstrasi menentang Denmark terkait sikapnya terhadap pemeluk Islam, apalagi sejak sebuah koran Denmark pada 2005 lalu menampilkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai lelaki berjanggut dengan bom di kepalanya.
Chad
Chad melarang warganya mengenakan niqab atau burka, dua hari setelah bom bunuh diri mengguncang negara itu pada Juni 2015.
Pemerintah Chad menuding milisi Islam asal Nigeria, Boko Haram, berada di balik serangan bom yang menewaskan lebih 20 orang itu.
Perdana Menteri Chad saat itu, Kalzeube Pahimi Deubet memerintahkan penahanan bagi mereka yang mengenakan niqab atau burka.
Menurutnya, penutup kepala dan tubuh itu digunakan oleh milisi untuk “berkamuflase”.
Larangan mengenakan niqab atau burka di Chad ini tidak hanya berlaku di tempat umum, tetapi “di manapun”. Polisi juga diminta untuk membakar semua burka yang dijual di pasaran.
Mayoritas warga Chad, atau sekitar 52% adalah muslim, sementara Kristen dipeluk oleh sekitar 44% warga.[ah/voa]