ChanelMuslim.com- Beberapa tahun belakangan ini, kata Arab dan Islam terkesan tersudutkan. Dua kata itu seolah berkonotasi bahaya.
Entah sudah berapa pejabat negeri ini mengulang-ulang kata Islam yang diikuti kata radikal. Ada juga tambahan lain seperti ‘intoleran’.
Belakangan kian populer di dunia maya istilah kadrun, wan abud, dan lainnya. Dua kata itu lagi-lagi seperti bentuk pelecehan terhadap Arab, Islam, dan hal yang kearab-araban.
Banyak orang lupa atau mungkin sengaja dilupakan tentang jasa negara-negara Arab dan keturunan Arab di Indonesia. Terutama terhadap eksistensi negara kesatuan Republik Indonesia.
Menjelang 17 Agustus 1945, sepertinya tak ada tempat yang pantas untuk dijadikan tempat tinggal sang proklamator. Dan di tempat itulah, akhirnya teks proklamasi dibacakan.
Siapakah orang berjasa yang menghadiahkan rumah besarnya untuk Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56?
Orang itu bukan warga keturunan Belanda. Bukan juga saudagar keturunan Cina. Ia bernama Faradj bin Martak, seorang saudagar pribumi keturunan Yaman yang lama menjadi orang Indonesia.
Setelah proklamasi dibacakan, masih ada satu syarat yang belum terpenuhi untuk dinyatakan Indonesia sebagai negara merdeka. Yaitu, pengakuan dari negara lain.
Para diplomat waktu itu pun akhirnya berkeliling ke sejumlah negara untuk meminta pengakuan. Dan akhirnya berhasil. Pengakuan itu datang dari negara Mesir, negara muslim yang kearab-araban.
Siapa diplomat yang begitu cekatan mampu memperoleh surat pengakuan itu? Ia bernama Abdurrahman Baswedan. Seorang diplomat yang juga jurnalis yang diakui negara sebagai pahlawan ini adalah juga kakek dari Gubernur DKI, Anies Baswedan.
Menyusul setelah Mesir, ada empat negara yang ikut mengakui kemerdekaan Indonesia. Negara-negara itu adalah Lebanon, Arab Saudi, Suriah, dan Yaman. Semuanya negara Arab dan negara Islam.
Rasanya, tanpa peran besar negara Arab dan Islam, eksistensi kemerdekaan Indonesia akan menjadi bulan-bulanan negara penjajah seperti Belanda, Inggris, Amerika, dan lainnya.
Kini, di saat investasi di Indonesia seperti kembang kempis. Di saat Cina mengambil jarak dengan investasi di negeri ini. Di saat dunia lebih sibuk mengurus perang Ukraina dan Rusia. Negara Arab lagi-lagi seperti sandaran terakhir.
Seorang pejabat teras negeri ini akhirnya berkunjung ke Arab Saudi. Negeri itu ditawari untuk bisa berinvestasi. Ada investasi tentang energi terbarukan. Ada investasi tentang lingkungan. Dan ada investasi tentang ibu kota baru.
Pejabat Saudi pun menyambut hangat. Ia berjanji akan melakukan kunjungan balasan ke Indonesia. Setidaknya, ada sambutan baik dan harapan.
Masyarakat Indonesia pun masih akan menanti. Apakah masih ada pejabat atau para penggembira yang akan menstigmakan tentang Arab dan Islam. Setidaknya dalam penantian kunjungan balasan itu. [Mh]