PEMBAHASAN fiqih mengenai kiprah politik muslimah belum banyak di kaji oleh masyarakat. Padahal perempuan adalah setengah umat Islam, sehingga penting kita tahu hal-hal yang berkaitan denga aktivitas muslimah dalam politik tentunya dengan adannya rambu-rambu.
Laki-laki dan perempuan memiliki kesamaan dalam hal amal ma’ruf dan nahi munkar, oleh karean itu beramal shalih ini bukanlah monopoli laki-laki. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. (Q.S. At-Taubah: 71)
Baca Juga: Prancis akan Larang Muslimah Berolahraga dengan Jilbab
Kiprah Politik Muslimah di Masa Awal Islam
Medan politik adalah medan yang paling berpengaruh dalam mengubah perilaku masyarakat. Prinsip dasarnya adalah upaya manusia mengatur manusia.
Ibnu ‘Aqil mengatakan bahwa politik adalah aktivitas apa pun yang melahirkan kebaikan pada manusia dan menjauhkannya dari kerusakan. Definisi inilah yang harusnya ada pada pemahaman umat Islam, sehingga tidak terpengaruh pada pemahaman lain tentang politik yang dianggap buruk.
Dengan pengertian yang disampaikan Ibnu ‘Aqil ini menunjukkan bahwa politik bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti rumah tangga, shalat berjamaah, jalan raya, di lembaga pendidikan, di masyarakat, pemerintahan, kekuasaan dll.
Berkaitan dengan peran Muslimah dalam kancah politik ini, kita bisa berkaca pada masa awal Islam, dimana suara perempuan di masa itu adalah yang pertama mendukung dan membenarkan kenabian Nabi Muhammad, yaitu Khadijah binti Khuwailid. Walaupun ada beberapa pendapat lain antara Abu Bakar, Ali atau Khadijah.
Yang kedua ada syuhada pertama atau orang yang mati syahid pertama dalam Islam adalah seorang perempuan yakni Sumayyah, Ibu Ammar bin Yasir. Ia dibunuh oleh Abu Jahl karena mempertahankan keislamannya.
Ketiga, perjuangan Asma’ binti Abu Bakar ketika Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersama ayahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq bersembunyi di goa Tsur. Asma’ lah yang bolak-balik membawakan makanan untuk mereka berdua, padahal kondisinya sedang hamil saat itu. Tentunya masih banyak lagi kisah perempuan di awal Islan yang terlibat dalam urusan jihad politik dengan para shahabat laki-laki lainnya.
Imam Bukhari dalam kitab Shahinya, menuliskan enam bab khusus tentang peran muslimah di masa Rasul saat terlibat langsung dalam peperangan:
1. Bab Ghazwil Mar’ah fil Bahr (Peperangan kaum wanita di lautan)
2. Bab Hamli ar-Rajuli Imra’atahu fil Ghazwi Duna Ba’dhi Nisa’ihi (laki-laki membawa isteri dalam peperangan tanpa membawa istri lainnya)
3. Bab Ghazwin Nisa’ wa Qitalihinna ma’a ar-Rijal (pertempuran wanita dan peperangan mereka bersama laki-laki)
4. Bab Hamli Nisa’ Al-Qirabi ilan Nas fil Ghazwi (Wanita membawa (tempat) minum kepada manusia dalam peperangan)
5. Bab Mudawatin Nisa’ Al Jarha fil Ghazwi (Pengorbanan wanita untuk yang terluka dalam peperangan)
6. Bab Raddin Nisa’ Al-Jarha wal Qatla illal Madinah (Wanita memulangkan pasukan terluka dan terbunuh ke Madinah)
Selain peran muslimah pada medan peperangan, mereka juga turut aktif dalam beberapa peran sosial masyarakat lainnya. Yang insyaAllah akan kita bahas pada aktikel berikutnya. [Ln]