ChanelMuslim.com – Surat Al-Fatihah ayat 6 berisi tentang permohonan kepada Allah untuk menunjukkan kepada kita jalan yang lurus. Seperti diketahui, dalam hidup ini banyak sekali godaan yang bisa saja membuat diri ini menyimpang.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 5, Hanya kepada Allah Kita Memohon Pertolongan
Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 6, Tunjukkilah Kami Jalan yang Lurus
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus.
Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, dikutip dari channel telegram TAFSIR AL-QUR’AN, tunjukilah kami jalan yang lurus, bacaan yang dilakukan oleh jumhur ulama ialah ash-shirat dengan memakai shad.
Tetapi ada pula yang membacanya sirat dengan memakai sin, ada pula yang membacanya zirat dengan memakai za, menurut Al-Farra berasal dari dialek Bani Uzrah dan Bani Kalb.
Setelah pujian dipanjatkan terlebih dahulu kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sesuailah bila diiringi dengan permohonan, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits di atas, yaitu: Separuh untuk-Ku dan separuh lainnya buat hamba-Ku, serta bagi hamba-Ku apa yang dia minta.
Merupakan suatu hal yang baik bila seseorang yang mengajukan permohonan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala terlebih dahulu memuji-Nya.
Setelah itu, baru memohon kepada-Nya apa yang dia hajatkan juga buat saudara-saudaranya yang beriman melalui ucapannya, “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.”
Cara ini lebih membawa kepada keberhasilan dan lebih dekat untuk diperkenankan oleh-Nya; karena itulah Allah memberi mereka petunjuk cara ini, mengingat Ia paling sempurna.
Adakalanya permohonan itu diungkapkan oleh si pemohon melalui kalimat berita yang mengisahkan keadaan dan keperluan dirinya, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam
Dalam firman-Nya: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. (Al-Qashash 24)
Namun, adakalanya permohonan itu didahului dengan menyebut sifat Tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Zun Nun dalam firman-Nya: Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. (Al-Anbiya: 87)
Adakalanya permohonan diungkapkan hanya dengan memuji orang yang diminta, sebagaimana yang telah dikatakan oleh seorang penyair:
Apakah aku harus mengungkapkan keperluanku ataukah rasa malumu dapat mencukupi diriku, sesungguhnya pekertimu adalah orang yang pemalu, yaitu bilamana pada suatu hari ada seseorang memujimu, niscaya engkau akan memberinya kecukupan.
Al-hidayah atau hidayah yang dimaksud dalam ayat ini ialah bimbingan dan taufik (dorongan). Lafal hidayah ini adakalanya muta’addi dengan sendirinya.
Sebagaimana yang terdapat dalam ayat di bawah ini, Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Al-Fatihah: 6)
Maka, al-hidayah mengandung makna berilah kami ilham atau berilah kami taufik, atau anugerahilah kami, atau berilah kami, sebagaimana yang ada dalam firman-Nya:
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10) yang dimaksud ialah kami telah menjelaskan kepadanya (manusia) jalan kebaikan dan jalan keburukan
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 4, Pemilik Hari Pembalasan
Allah telah Memilihnya dan Memberinya Petunjuk ke Jalan yang Lurus
Adakalanya al-hidayah muta’addi dengan ila seperti yang ada Dalam firman-Nya:
Allah telah memilihnya dan memberinya petunjuk ke jalan yang lurus. (An-Nahl: 121)
Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (Ash-Shaffat: 23)
Makna hidayah dalam ayat-ayat di atas ialah bimbingan dan petunjuk, begitu pula makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52)
Adakalanya al-hidayah ber-Muta’addi kepada lam, sebagaimana ucapan ahli surga yang disitir oleh firman-Nya: Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. (Al-A’raf: 43)
Makna yang dimaksud ialah segala puji bagi Allah yang telah memberi kami taufik ke surga ini dan menjadikan kami sebagai penghuni-Nya.
Mengenai as-siratal mustaqim, menurut Imam Abu Ja’far ibnu Jarir semua kalangan ahli takwil telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan siratal mustaqim ialah jalan yang jelas lagi tidak berbelok-belok (lurus).
Pengertian ini berlaku di kalangan semua dialek bahasa Arab, antara lain seperti yang dikatakan oleh Jarir ibnu Atiyyah Al-Khatfi dalam salah satu bait syairnya, yaitu: Amirul Muminin berada pada jalan yang lurus manakala jalan mulai bengkok (tidak lurus lagi). [Cms]