ChanelMuslim.com- Meski pemilu masih dua tahun lagi, hiruk pikuknya mulai terasa. Salah satunya gugatan ambang batas untuk pemilihan presiden dari 20 persen menjadi 0 persen.
Proses gugatan tersebut tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi. Dikabarkan MK tengah melakukan sidang untuk menguji syarat 20 persen yang digugat tersebut.
Gugatan itu datang dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari akademisi, politisi, ormas, bahkan individu.
Ada apa dengan ambang batas 20 persen? Para penggugat menilai bahwa aturan itu tidak demokratis. Hal ini karena semua warga negara berhak untuk dipilih dan memilih. Termasuk soal calon presiden.
Membatasi syarat capres harus didukung 20 persen keterwakilan partai politik di parlemen berarti membatasi calon yang akan dipilih. Dan hal ini menurut penggugat membuka peluang “main mata” antara capres dengan oligarki dari kalangan parpol dan pemilik modal.
Dengan kata lain, capres yang akan dipilih rakyat Indonesia tidak bisa lain kecuali yang sudah dipilihkan oleh para oligarki tersebut. Suka atau tidak. Karena biasanya pilihan hanya dua atau tiga calon pasangan.
Persoalannya bukan sekadar di situ. Apa yang sudah “dikeluarkan” para oligarki itu tentu tidak gratis. Ketika capres tersebut nantinya terpilih, pengeluaran itu harus dilunasi. Bisa dalam bentuk jabatan, izin bisnis, akses proyek, dan lainnya.
Hal inilah yang menjadikan presiden terpilih seperti “tersandera”. Kebijakannya seolah tak lebih dari perpanjangan tangan para oligarki tersebut.
Jika itu yang terjadi, amanah konstitusi yang diemban presiden terpilih menjadi semu. Tujuan untuk memakmurkan rakyat menjadi bergeser kepada kemakmuran para oligarki.
Sementara beban pembangunan seperti utang luar negeri tetap menjadi tanggung jawab rakyat. Hasilnya, rakyat menjadi tetap melarat, sementara para oligarki untung menggunung.
Lalu, akankah MK mau mengabulkan gugatan ini? Kita akan lihat hasilnya beberapa waktu ke depan. Harapan baik insya Allah selalu ada.
Pemilu sejatinya menghasilkan harapan baru dan perubahan baru untuk kemakmuran bangsa. Bukan menciptakan presiden boneka pilihan oligarki. [Mh]