Chanelmuslim.com – Betapa besar peran seorang ibunda dalam perjuangan dan pendidikan bagi anak-anaknya. Sejarah kita mencatat contoh ibu-ibu yang istimewa. Ibu-ibu yang melahirkan tokoh-tokoh besar ulama Islam. Mereka inilah yang terdepan untuk dijadikan teladan.
Pertama: al-Khansa, Tumadhar binti Amr bin al-Harits Ibu Para Mujahid
Ketika umat Islam bersiap dan menghitung jumlahpasukan menghadapi Perang Qadisiyah, saat itu pula al-Khansa bersama empat orang putranya siap berangkat bersama pasukan berjumpa dengan pasukan Persia.
Dalam sebuah kemah di tengah ribuan kemah lainnya, al-Khansa mengumpulkan keempat putranya.Ia berwasiat, “Anak-anakku, kalian memeluk Islam dengan penuh ketaatan dan hijrah dengan penuh kerelaan.
Demi Allah, yang tidak ada sesembahan yang hak kecuali Dia, sungguh kalian terlahir dari ibu yang sama. Aku tidak pernah mengkhianati ayah kalian.Tak pernah mempermalukan paman kalian. Tak pernah mempermalukan nenek moyang kalian. Dan tak pernah pula menyamarkan nasab kalian.
Baca Juga: Pebasket Berhijab Jadi Inspirasi Generasi Muda
Inspirasi dari Ibunda Para Ulama
Kalian semua tahu balasan besar yang telah Allah siapkan bagi seorang muslim dalam memerangi orang-orang yang kafir. Ketahuilah (anak-anakku), negeri yang kekal itu lebih baik dari tempat yang fana ini. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS:Ali Imran | Ayat: 200).
Andaikata esok kalian masih diberi kesehatan oleh Allah, maka perangilah musuh kalian dengan gagah berani, mintalah kemenangan kepada Allah atas musuh-musuh-Nya”.
Ketika sinar pagi telah terbit, kedua pasukan pun bertemu.Gugurlah orang-orang yang ditakdirkan gugur. Dan mereka yang ditakdirkan hidup, akan tetap hidup walaupun berangkat mencari kematian.
Usai peperangan, al-Khansa mencari kabar tentang putra-putranya. Kabar syahid anak-anaknya sampai kepadanya. Ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka. Aku berharap Rabku mengumpulkanku bersama mereka dalam kasih sayang-Nya.”
Kedua: Ibu Sufyan ats-Tsaury
Sufyan ats-Tsaury adalah tokoh besar tabi’ at-tabi’in.Ia seorang fakih yang disebut dengan amirul mukminin fil hadits (pemimpin umat Islam dalam hadits Nabi). Di balik ulama besar generasi ketiga ini, ada seorang ibu yang shalihah. Ibu yang mendidik dan menginfakkan waktu untuk membimbingnya.
Sufyan mengisahkan, “Saat aku berencana serius belajar, aku bergumam, ‘Ya Rab, aku harus punya penghasilan (untuk modal belajar pen.)’. Sementara kulihat ilmu itu pergi dan menghilang. Apakah kuurungkan saja keinginan belajar. Aku memohon kepada Allah agar Dia (Yang Maha Pemberi rezeki) mencukupiku”.
Beliau merasa bimbang jika menuntut ilmu, maka butuh modal dan bekal. Jika mencari modal dan bekal tidak bisa fokus belajar. Karena ilmu itu mudah pergi dan menghilang.
Datanglah pertolongan Allah melalui ibunya. Ibunya berkata, “Wahai Sufyan anakku, belajarlah..aku yang akan menanggumu dengan usaha memintalku”.
Ibunya menyemangati, menasihati, dan mewasiatinya agar semangat menggapai pengetahuan. Diantara ucapan ibunya adalah “Anakku, jika engkau menulis 10 huruf, lihatlah! Apakah kau jumpai dalam dirimu bertambah rasa takutmu (kepada Allah), kelemah-lembutanmu, dan ketenanganmu? Jika tidak kau dapati hal itu, ketahuilah ilmu yang kau catat berakibat buruk bagimu. Ia tidak bermanfaat untukmu”.
Inilah di antara bentuk perjuangan ibu Sufyan ats-Tausry.
Ketiga: Ibu Imam Malik bin Anas
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Uwais, “Aku mendengar pamanku, Malik bin Anas, bercerita, ‘Dulu, sewaktu aku kecil, ibuku biasa memakaikanku pakaian dan mengenakan imamah untukku. Kemudian ia mengantarkanku kepada Rabi’ah bin Abi Abdirrahman. Ibuku mengatakan, ‘Anakku, datanglah ke majelisnya Rabi’ah. Pelajari akhlak dan adabnya sebelum engkau mempelajari hadits dan fikih darinya’.”
Keempat: Ibu Imam asy-Syafi’i
Ayah Imam asy-Syafi’i wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza menuju Mekah.
Di Mekah, ia mempeljari Alquran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun jadi tertata dan fasih.
Setelah itu, ibunya memperhatikannya agar bisa berkuda dan memanah. Jadilah ia seorang pemanah ulung. 100 anak panah pernah ia muntahkan dari busurnya, tak satu pun meleset dari sasaran.
Dengan taufik dari Allah kemudian kecerdasan dan kedalaman pemahamannya, saat beliau baru berusia 15 tahun, Imam asy-Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa. Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama.
Imam asy-Sayfi’i bercerita tentang masa kecilnya, “Aku adalah seorang anak yatim. Ibukulah yang mengasuhku. Namun ia tidak memiliki biaya untuk pendidikanku… …aku menghafal Alquran saat berusia 7 tahun. Dan menghafal (kitab) al-Muwaththa saat berusia 10 tahun.
Setelah menyempurnakan hafalan Alquranku, aku masuk ke masjid, duduk di majelisnya para ulama. Kuhafalkan hadits atau suatu permasalahan. Keadaan kami di masyarakat berbeda, aku tidak memiliki uang untuk membeli kertas. Aku pun menjadikan tulang sebagai tempat menulis”.
Walaupun memiliki keterbatasan materi, ibu Imam asy-Syafi’i tetap memberi perhatian luar biasa terhadap pendidikan anaknya.
Kelima: Ibu Imam Ahmad bin Hanbal
Ibu Imam Ahmad bernama Shafiyah binti Maimunah binti Abdul Malik. Ayahnya wafat di usia muda, 30 tahun. Ibunya pun hidup menjanda dan enggan menikah lagi, walaupun usianya belum mencapai 30 tahun.
Ia hanya ingin fokus memenuhi kehidupannya untuk anaknya. Buah usahanya adalah yang kita tahu saat ini. Imam Ahmad menjadi salah seorang imam besar bagi kaum muslimin. Ia adalah imam madzhab yang empat. Semoga Allah merahmati ibu Imam Ahmad. (w)
bersambung
sumber: https://kisahmuslim.com/5227-ibunda-para-ulama.html