Saya sering menyebut keluarga sebagai “organisme hidup”, yang memiliki ciri pertumbuhan dan perkembangan. Setiap hari ada yang baru, setiap saat ada yang berubah, setiap hari ada yang tumbuh dan berkembang.
Suami mengalami pertumbuhan dan perkembangan, isteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan, demikian pula anak-anak.
Oleh karena semua mengalami pertumbuhan dan perkembangan, maka corak interaksi dan komunikasi di antara mereka juga harus selalu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut.
Baca juga: Naskah Khutbah Jum’at: Haram Ucapan Selamat Natal! (Part 2)
Termasuk janji, kesepakatan dan komitmen yang pernah dibuat di antara suami dan isteri, tidak bisa diberlakukan sepanjang hayat, selama-lamanya. Semua harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang selalu muncul sepanjang perjalanan kehidupan berumah tangga.
Pada keluarga yang telah menapaki umur pernikahan selama duapuluh tahun, maka kondisi suami dan isteri tersebut saat ini jelas berbeda dengan duapuluh tahun lalu saat menjadi pengantin baru.
Anda bisa membayangkan dan membuat daftar panjang, apa sajakah yang berubah dari seseorang –laki-laki maupun perempuan—setelah melampaui waktu duapuluh tahun? Fisik tentu banyak berubah, seperti berat badan, bentuk tubuh, warna rambut, keriput kulit dan lain sebagainya.
Namun harus diingat, yang berubah setiap hari bukan hanya fisik. Pikiran, perasaan, selera, keinginan, dan kondisi kejiwaan juga berubah. Tidak pernah tetap, selalu ada kebaruan karena bertambahnya pengalaman dalam kehidupan.
Bahkan kakek dan nenek yang sudah berusia tua, kakek berumur 85 tahun, nenek berumur 80 tahun, sudah menjalani hidup berumah tangga selama 60 tahun, tetap saja ada yang baru dari kehidupan mereka.
Baca selengkapnya di oase ChanelMuslim.com