ChanelMuslim.com – Penjelasan hadits mengenai pernikahan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Aisyah ini ditulis oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Para fuqaha dari berbagai mazhab fiqih ramai membicarakan dalam kitab-kitab mereka tentang pernikahan sesama anak-anak, bahkan sebagian mereka ada yang membicarakan pernikahan bayi, apakah sah atau tidak?!
Apa artinya ini? Ini menunjukkan pernikahan anak di bawah umur sudah biasa terjadi saat itu dan merupakan tradisi mereka, dan saat itu bukan dianggap aneh, apalagi dianggap kejahatan terhadap anak-anak di bawah umur.
Lalu, hari ini kita hidup di zaman modern menghakimi tradisi masa itu dengan standar tradisi manusia hari ini? Jelas sangat tidak rasional!
Kira-kira enam tahun lalu, ada yang bertanya kepada kami kenapa Fir’aun ikut-ikutan mengejar Nabi Musa ‘Alaihissalam?
Bukankah Fir’aun seorang raja yang memiliki ribuan pasukan? Seharusnya cukuplah anak buahnya saja yang mengejar, dia tidak usah ikut mengejar.
Saat itu kami jawab: “Karena Fir’aun hidup pada masa dulu, di mana para pemimpin ketika itu, jika rakyatnya perang mereka juga ikut ambil bagian bahkan menjadi pemimpinnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga ikut berperang dan menjadi pemimpin pasukannya dalam banyak peperangan, Abu Jahal pun ikut berperang bersama kaumnya melawan pasukan kaum muslimin.
Jangan gunakan pikiran dan realita saat ini, di mana jenderal duduk manis di belakang meja, sementara prajuritnya yang mati-matian bertempur.”
Nah, cara berpikirlah yang harus kita benahi agar tidak kaku dan lebih rasional dalam membaca sejarah. Imam Bukhari dan Imam Muslim sama sekali tidak salah.
Dalam masalah ini, kedua imam ini sama sekali tidak memiliki saham kesalahan yang membuat orientalis barat memfitnah Islam dan kaum muslimin masa kini.
Tidak pada awal dan tidak pada akhirnya, tidak pada sebagian dan tidak pula pada keseluruhannya.
Justru bagi kami, yang keliru adalah sikap kaum muslimin dan sebagian ulamanya yang nampaknya begitu inferior, minder dan ketakutan di hadapan tudingan-tudingan itu.
Seharusnya mereka memberikan pembelaan yang benar dan cerdas, bukan malah menyalahkan dan meragukan keabsahan nash-nash yang shahih pada kitab mereka berdua, apalagi menyebut hadits-hadits tesebut merupakan fitnah keji kepada nabi, dengan tujuan supaya kaum kuffar tidak lagi menuduh Islam.
Adalah hal yang terpuji jika kita melakukan upaya untuk menutup celah agar kaum kuffar tidak memiliki hujjah menyerang Islam. Hal itu patut diapresiasi.
Tetapi, tidak dengan cara merobohkan bangunan kita sendiri, tidak dengan mengoyak tatanan yang sudah baku, yang telah dibangun para imam sepanjang zaman.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah menunaikan apa yang telah menjadi kewajibannya sebagai ‘aalim.
Mereka telah bersusah payah menghabiskan semua umur dan waktunya untuk berkhidmat kepada As Sunnah, dan akhirnya Allah Ta’ala memberikan mereka kedudukan yang tinggi di dalam dada kaum muslimin dan ulamanya sesudah itu hingga saat ini.
Telah banyak ulama yang bangkit membela kehormatan mereka dari serangan para orientalis dan kaki tangannya, sebut saja Asy Syaikh Al ‘Allamah Yusuf Al Qaradhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1, juga Asy Syaikh Mushthafa As Siba’i Rahimahullah dalam As Sunnah wa Makaanatuha fil Islam.
Karena riwayat ini mereka menuduh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang Pedofilia?
Kami sudah katakan sebelumnya, ada atau tidak ada hadits ini, mereka tidak akan pernah hilang menyerang kepribadian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Yang mesti kita lakukan adalah menjawab tuduhan itu secara rasional, bukan serta merta mendhaifkan riwayat tersebut secara takalluf (baca: maksain), seakan mendhaifkan adalah jalan pintas untuk mereduksi segala tudingan mereka. Bukan begitu caranya.
Kita lihat, ketika kaum kuffar menuding Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah seorang hyper sex karena Beliau beistri banyak, apakah serta merta kita dhaifkan saja berbagai riwayat yang menyebut berbilangnya istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?
Apakah ketika kaum kuffar menuduh Islam disebarkan dengan pedang karena ada hadits muttafaq ‘alaih: umirtu an uqaatilan naas hatta yasyhaduu alla ilaha illallah …
(Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Ilah kecuali Allah ..dst), lalu untuk menjawab tuduhan mereka kita dhaifkan saja hadis ini? Tidak begitu.
Tapi, jelaskanlah semuanya secara cerdas. Termasuk dalam masalah tudingan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah seorang pedofilia disebabkan adanya hadits ini.
Baca Juga: Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah (Bagian 5)
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah (Bagian 6-selesai)
Seharusnya kita katakan bahwa seseorang dikatakan pedofilia jika memang orientasi seksualnya hanya kepada anak-anak. Sedangkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat jauh dari orientasi seperti itu.
Kalau memang Beliau seorang pedofilia tentulah semua istrinya, atau sebagian besarnya, adalah wanita berusia anak-anak.
Tapi kenyataannya tidak demikian, hanya ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha yang menikah dengannya pada usia sangat belia.
Istri lainnya mayoritas adalah janda, wanita dewasa bahkan cukup tua. Kenyataan ini sudah cukup menggugurkan tudingan tersebut.
Sebab semua teori dan tuduhan jika tidak sesuai dengan fakta maka teori dan tuduhan itu rapuh.
Jika kaum kuffar masih menuding juga dan tidak puas dengan ini, tidak usah sampai: yaa sudahlah hadits ini dhaifkan saja! Biar tudingan mereka menjadi tidak berdasar.
Maka, ini adalah kekalahan mental terhadap mereka. Jika mereka menuding Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang hyper sex, maka kita jawab:
bagaimana menurut kalian tentang Nabi Sulaiman ‘Alaihissalam (King Solomon) yang memiliki 1000 istri menurut Bible?
Atau Nabi Daud ‘Alaihis Salam yang memiliki 40 istri, kenapa kalian tidak menuding mereka berdua? Kami pun tidak ingin kalian menuding mereka berdua sebagai super hyper sex misalnya, tetapi kami ingin menegaskan betapa tidak fairnya kalian ini!
Betapa api kebencian terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membuat kalian bertindak zalim dan hina seperti ini.
Demikianlah jawaban kita atas mereka, bukan dengan menyalahkan riwayat tersebut: aah riwayat tersebut dhaif. Tetap mengapresiasi. Demikian siap kami dalam hal ini.
Tetapi, kami tetap mengapresiasi perjuangan setiap aktivis muslim yang meng-counter serangan kaum kuffar, termasuk yang dilakukan para ulama dan pemikir muslim mana pun dan siapa pun dengan cara ilmiah dalam perkara pernikahan rasulullah dan ‘Aisyah ini.
Perbedaan ini hendaklah didasarkan karena cinta dan ukhuwah yang sehat, untuk mencapai target yang sama, yakni kebenaran.
Bukan karena kebencian apalagi i’tizaziyah (gaya-gayaan). Demikian, semoga bermanfaat untuk saudara penanya dan sidang pembaca sekalian.
Wallahu A’lam Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi ajmain.[ind]