SADARKAH kita, seringkali kita berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu hanya karena omongan orang. Padahal, bisa jadi sesuatu yang kita perbuat itu jelek dan sesuatu yang kita tinggalkan itu baik.
Ustaz Abdullah Zein, M.A. حفظه الله تعالى menuliskan mengenai hal ini sebagai berikut.
Surga, adalah cita-cita setiap insan. Namun tentu jalan menuju ke sana membutuhkan perjuangan berat.
Di antaranya adalah dengan berusaha mengikhlaskan segala aktivitas yang kita kerjakan karena Allah سبحانه وتعالى. Sebagaimana perintah-Nya,
“قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”
“Katakanlah sesungguhnya shalatku, sembelihanku, kehidupanku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam”. (QS. Al-An’am (6): 162)
Namun sadarkah kita, seringkali kita berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu hanya karena omongan orang? Padahal bisa jadi sesuatu yang kita perbuat itu jelek dan sesuatu yang kita tinggalkan itu baik.
Ada orang tidak ke masjid, karena khawatir diomongin tetangga sok alim. Ada muslimah tidak pakai jilbab menutup aurat karena tidak enak diomongin sok suci.
Baca Juga: Janganlah Menikah karena Omongan Orang Lain
Omongan Orang
Semua itu hanya karena takut perkataan orang atau tidak enak dengan komentar orang. Ketahuilah bahwa omongan orang itu tidak ada habisnya dan keridhaan mereka adalah sesuatu yang mustahil untuk diraih.
Sebab apa yang disukai si A belum tentu disukai si B. Begitu pula sebaliknya. Lebih baik kita mencari ridha Allah yang sudah jelas pasti mungkin dicapai.
Saat kamu menjadi baik, orang yang jahat tidak akan suka.
Sebaliknya ketika kamu menjadi jahat, orang yang baik juga tidak akan suka.
Mendingan kamu menjadi orang baik.
Satu hal penting yang harus kita ingat, bahwa saat kita meninggalkan kebaikan atau melakukan keburukan karena omongan orang, ingat bahwa orang tersebut tidak akan membantu kita kelak di akhirat.
Dia tidak akan menolong kita saat masuk neraka juga tidak akan membantu kita untuk masuk surga. Jadi untuk apa omongan orang kita pertimbangkan?
Masih segar dalam ingatan kita kisah Abu Thalib, pamanda Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang enggan masuk Islam. Tahukah kamu apa yang melatarbelakangi keputusan fatal tersebut?
Tidak lain karena kekhawatiran beliau terhadap omongan kaumnya. Dia bersyair,
وَلقَدْ عَلِمْتُ بِأَنَّ دِينَ مُحَمَّدٍ … مِنْ خَيرِ أَدْياَنِ البَرِيَّـةِ دِيناً
لَوْ لَا المَلاَمَةَ أَوْ حَذَارَ مَسَبَّةٍ … لَوَجَدْتَنِي سَمْحًا بِذَاكَ مُبِيناً
“Sungguh, aku yakin bahwa agama Muhammad adalah agama terbaik di muka bumi ini.
Andaikan bukan karena celaan dan khawatir adanya ejekan, engkau akan mengetahui diriku menerima secara terang-terangan”.
Imam Syafi’i رحمه الله berpetuah,
“Barang siapa mengira ia bakal selamat dari omongan orang, sungguh ia adalah orang yang tidak waras. Sebab Allah saja tidak selamat dari omongan orang. Ada yang mengatai-Nya tiga. Begitu pula Nabi Muhammad ﷺ tidak selamat dari omongan orang. Ada yang mengatai beliau tukang sihir dan orang gila.”
Jadi, anggaplah perkataan orang itu bagaikan bongkahan-bongkahan batu besar.
Engkau akan rugi bila bongkahan-bongkahan itu engkau letakkan di atas pundakmu, sebab lama kelamaan pundakmu akan ambruk.
Sebaliknya engkau akan beruntung, saat kau tumpuk bongkahan-bongkahan itu di bawah telapak kakimu, karena engkau akan semakin tinggi berpijak di atasnya.[ind]