ChanelMuslim.com- Satu perintah Allah yang diiringi kata banyak adalah zikrullah, atau mengingat Allah subhanahu wata’ala. Allah tidak menyebut shalatlah yang banyak, puasalah yang banyak, infaklah yang banyak, dan lainnya.
Zikrullah merupakan amal yang sangat ringan. Tidak pakai modal uang. Tidak juga perlu tenaga berat. Dan sangat tidak merepotkan. Bisa dilakukan berdiri, duduk, bahkan sambil tiduran.
Namun begitu, zikrullah bukan sekadar komat-kamit di mulut. Jauh dari itu, ia merupakan amalan hati yang dilakukan penuh khusyuk, fokus. Bukan amalan asal-asalan.
Sebuah kisah menyebutkan tentang pengalaman spiritual seorang tabi’in bernama Fudhail bin Iyadh. Dikisahkan, ia pernah mengalami masa lalu yang kelam. Tapi, hatinya masih hidup menanti sentuhan cahaya hidayah.
Suatu kali, ketika ia berada di sebuah jalan, ia begitu terperanjat mendengar sebuah ayat Al-Qur’an dibacakan seorang musafir di tepian jalan.
Ayat itu adalah Surah Al-Hadiid ayat 16. “Belumkah tiba masanya bagi orang-orang beriman untuk khusyuk hati mereka mengingat Allah dan mematuhi Al-Haq (yang telah diwahyukan), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang telah didatangkan kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang yang fasik.”
Menyimak ayat ini, Fudhail “terpukul”. Hatinya bergetar kuat. Seolah ayat ini turun untuknya. Ia pun menangis menyesali apa yang telah ia alami selama ini.
Ia pun bertaubat kepada Allah. Untuk menebus semua kesalahannya di masa lalu, ia mewakafkan dirinya untuk berkhidmat melayani orang-orang yang pergi haji di Masjidil Haram. Ia ambilkan air zam-zam untuk mereka.
Itu di saat siangnya. Ketika malam datang, Fudhail yang hampir tidak keluar dari area Masjidil Haram menghabiskan malamnya untuk shalat dan bermunajat di depan Ka’bah. Ia pun menangis semalaman itu.
Begitulah hari-hari berlalu diisi Fudhail. Hingga suatu hari, ia berjumpa sahabat seimannya yang sedang menunaikan ibadah haji. Orang itu adalah salah satu guru Imam Bukhari. Beliau adalah Abdullah ibnu Mubarak.
Ibnu Mubarak menyampaikan sebuah nasihat yang begitu menyentak Fudhail. Nasihat itu tidak disampaikan langsung. Melainkan melalui sebuah surat yang ia sampaikan ketika akan berangkat pulang ke kampungnya di kawasan Bukhara, sekitar Afghanistan saat ini.
Surat itu menyatakan, kira-kira:
Wahai sahabatku, alangkah manjanya amalanmu saat ini dibandingkan yang kami lakukan.
Di saat kamu beribadah sambil mengeluarkan air mata, kami beribadah mengeluarkan darah.
Di saat kamu beribadah dikelilingi aroma wewangian, kami beribadah dikelilingi hembusan debu yang menyesakkan.
Bergabunglah bersama kami di medan jihad yang suci…..
Surat itu seperti kertas ujian untuk Fudhail bin Iyadh. Apakah ia mau naik kelas ke ibadah yang lebih mulia, atau tetap dalam keasyikan di sekitaran Masjidil Haram sana.
Tanpa menunggu lama, Fudhail langsung mengambil kudanya. Ia menyusul Abdullah Ibnu Mubarak untuk beribadah di medan jihad.
‘Udzkuruuni adzkurkum. Wasykuruulii walaa takfurun.’ Ingatlah Aku, niscaya Aku akan ingat kamu. Bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kufur.
Zikrullah telah mengantarkan Fudhail bin Iyadh kepada posisi mulia di sisi Allah. Bukan hanya menjadi hamba Allah yang soleh, dekat, dan khusyuk. Melainkan, meningkat menjadi seorang mujahid fi sabilillah. [Mh]