APAKAH ada dasar hukum perayaan maulid nabi? Apakah itu termasuk perkara ibadah/muamalah/yang lainnya?
Mengingat di zaman RasuluLlaah dan para sahabat, tabiin, tabiut dan tabiin itu tidak ada. Baru ada di zaman setelahnya, kalau dari kalangan yang memperbolehkan mengisahkan bahwa maulid bermula atas hasil itjihad di zaman Sultan Salahudin al Ayyubi yang bermaksud ingin membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dengan meneladani rasuluLlaah, maka diadakan hal ini.
Kalau kalangan yang menilai itu adalah bi’dah dalam pemahaman ana karena itu bentuk hal yang baru bahkan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh generasi terbaik umat ini. (Moko, Depok)
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa Ba’d
Tidak ada penceritaan secara detil kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam oleh Nabi sendiri, kecuali hadits berikut:
Dari Abu Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
Nabi ditanya tentang puasa pada hari Senin. Beliau menjawab: “Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus menjadi rasul, atau diturunkan kepadaku (wahyu).” (HR. Muslim No. 1162)
Bahkan pada hari Senin pula Beliau shallallahu alaihi wa sallam diwafatkan.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa dia ditanya:
أَيِّ يَوْمٍ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ
Hari apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat? Beliau menjawab: “Hari Senin.” (HR. Bukhari No. 1387)
Baca Juga: Maulid Nabi Muhammad, Yuk Baca Kisah Nenek Moyang Rasulullah
Pro Kontra Hukum Perayaan Maulid Nabi yang Perlu Sahabat Muslim Ketahui (Bag. 1)
Ini sangat wajar sebab keluhuran budi pekerti Beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak memungkinkan menceritakan kehebatan, keunggulan, dan kemuliaan hari lahirnya sendiri.
Seorang Nabi apalagi sayyidul anbiya’ mustahil memiliki sifat ‘ujub.
Sehingga jika ada yang mengatakan “Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memuliakan hari kelahirannya sendiri” adalah benar adanya.
Akhirnya, kitalah umatnya yang memuliakan dan menampakkan kegembiraan atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah azza wa jalla tentang kegembiraan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam atas lahirnya Nabi Ismail ‘Alaihissalam.
Allah azza wa jalla berfirman:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ
“Maka Kami beri dia (Nabi Ibrahim) kabar gembira dengan (lahirnya) seorang anak yang amat sabar (yakni Nabi Ismail)” (QS. Ash Shafat (37): 101)
Jadi, sebagaimana kelahiran Nabi Ismail ‘Alaihissalam adalah sebuah kegembiraan bagi ayahnya, maka kegembiraan pula bagi kaum muslimin atas kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, jangan diingkari kebahagiaan kaum muslimin atas kelahirannya, pujian-pujian kepadanya, sebab Allah azza wa jalla pun memujinya dalam Al Quran, demikian juga para sahabatnya, para ulama dan orang-orang utama, maka kaum muslimin layak memberikan pujian yang berlimpah kepadanya, selama tidak ada pensifatan ketuhanan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata –seperti yang dikutip oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah:
وَأَيُّ نِعْمَةٍ أَعْظَمُ مِنْ النِّعْمَةِ بِبُرُوزِ هَذَا النَّبِيِّ الَّذِي هُوَ نَبِيُّ الرَّحْمَةِ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ
Dan, nikmat apakah yang paling besar dibanding nikmat kelahiran Nabi yang mulia ini, dialah Nabi yang menjadi rahmat pada hari itu. ( Tuhfatul Muhtaj, 31/377)