ChanelMuslim.com – Ketika setiap kita tersudut menjadi paranoid lalu bertemu kondisi yang bahaya, apa yang harus kita lakukan??
Oleh: Ustadz Umar Hidayat, M.Ag
Mari kita menempati posisi yang aman, agar kita bisa mengamankan orang lain. Kejelasan posisi akan menentukan aksi berikutnya.
Paling tidak mengurangi resiko bahaya bagi diri dan orang lain. Sebab banyak orang bertindak tanpa mempertimbangkan posisi akhirnya merusak.
Diantara sikap yang paling pas menghadapi bahaya adalah jangan membahayakan dan membawa bahaya itu sendiri.
Sekecil apapun hal yang membahayakan mestinya dalam benak nalar sehat haruslah dihindari. Maka saat ada orang lain menularkan bahaya itu, serasa hilang akal sehatnya.
Baca Juga: Ini Perbedaan Delusi dan Halusinasi
Paranoid Jembatan Membahayakan
Energi positif kita yang tersimpan dalam simpati pada orang lain akan selalu menanamkan diri agar tidak membahayakan dan tidak menyakiti orang lain. Inilah memakna Muslim sejati. Memyelamatkan diri dan orang lain.
Menapak tilas jejak manusia, perang dan jejak balas dendam umurnya setua sejarah kemanusiaan. Ia tidak akan padam, sebagaimana yang dikehendaki para syaithan.
Di sinilah tantangan sebagai Muslim semakin menjadi. Melawan syaithan angkara murka plus juga beriring melawan hawa nafsu diri.
Balas dendam mudah menjangkit pada siapapun. Luka di hati sering menjadi energi untuk membangun kedendaman kepada yang menyakiti.
Dharar dan dhirar seperti disajikan dalam hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni begitupun oleh Malik dalam kitab al-Muwatha’; “Laa dhirara wa laa dhirara,” tidak boleh membahayakan dan membawa bahaya.”
Dalam keterangan paling rajih menjelaskan kata dharar bermakna menyakiti orang yang dilarang menyakitinya. Sementara dhirar berarti membalas menyakiti orang yang telah menyakitinya pada sisi yang tidak disyari’atkan.
Pada qishash atau hukuman memang harus dilakukan sebagai sangsi atau hukuman yang harus ditegakkan, ini bukan berarti menyakiti.
Bahkan menghukum orang jahat disebabkan kejahatannya termasuk dalam kategori menghilangkan kemudharatan. Karena dalam hal ini mencegah kemudharatan dan kerusakan di masyarakat.
Lalu bagaimana jadinya jika para penjahat dilepas begitu saja dalam masyarakat ?? Ups… fantadiris sa’ah.
Baiklah… Diantara kaidah menghadapi bahaya, para ulama menyepahami;
لاضرر ولا ضرار
“Dilarang berbuat mudharat dan membalas mudharat dengan mudharat yang lain”
Dalam prinsip keseimbangan dalam Islam bahwa sesuatu yang membahayakan dan menimbulkan kerusakan dunia dan akhirat pasti dilarang. Membahayakan fisik, psikis, kesehatan badan, dll, baik bagi diri maupun orang lain.
Sedang dasar perintah Allah pasti mengandung kemaslahatan manusia bagi diennya (akhiratnya) dan dunianya. Misal disebutkan pada Q.S. Al A’raf ayat 33; “Katakanlah Tuhanku mengharamkan perbuatan keji baik yang nampak atau pun yang tersembunyi.”
Begitu agungnya Islam sampai-sampai kondisi aktual menjadi pertimbangan dalam mencegat bahaya. Jadi bukan saja aspek fisik dan kesehatan keselamatan fisik saja, secara psikis juga menjadi pertimbangan.
Misalnya dalam persoalan hutang piutang (muamalah); ternyata termasuk juga dalam mencegah kemudharatan adalah menghilangkan kesempitan saat menghadapi kesulitan di luar kebiasaan. Kondisi darurat menjadi bagian pertimbangan solusi sekaligus mencegah kemudharatan.
Lalu apa yang harus kita lakukan saat menghadapi bahaya atau yang membahayakan? [Ln]
Bersambung…