Chanelmuslim.com- Empat wajah sayu ini adalah keluarga Iyad Hamed (38 tahun), warga kota Silwad, Tepi Barat, Palestina, yang pada tanggal 26 Agustus lalu tewas ditembak tentara Israel saat dalam perjalanan menuju masjid.
Siang itu, tiga generasi dari keluarga Hamed berkumpul di sebuah ruangan keluarga di sebuah rumah duka di kota Silwad, Tepi Barat, Palestina.
Mereka berkumpul untuk mengenang sosok Iyad Hamed yang tewas ditembak tentara Israel, tanpa sebab, tanpa proses pengadilan, pada 26 Agustus lalu.
Kakak dan adik, orang tua, sepupu, datang dan pergi mengunjungi rumah almarhum Iyad Hamed. Mereka memberikan semangat untuk isteri dan dua anak Iyad yang masih kecil.
“Iyad itu orang yang sangat sederhana,” ucap saudara Iyad, Yahya.
Sebelum ini, Iyad berkerja di perusahaan konstruksi bangunan, sudah dua dekade. Keterampilan itu merupakan turunan dari ayahnya, Zakaria, yang juga sudah menggeluti bidang yang sama selama puluhan tahun.
Sejumlah gedung di Tepi Barat menjadi saksi bagaimana Iyad berkarya selama ini. Kantornya berada di Mazraa, sebelah utara dari kota Silwad.
“Hubungan kami sangat dekat. Kami menghabisan waktu selalu bersama. Saya latih dia berkerja di bidang bangunan sejak tahun 1990. Hingga, akhirnya saya pindah ke Amerika untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik,” ucap Zakaria, mengenang kebersamaannya saat bersama Iyad.
“Iyad begitu taat dan bakti pada orang tua. Dia selalu menuruti nasihat orang tua,” kenang Zakaria sambil menahan tetesan air mata yang mulai menetes.
Orang tua Iyad, Zakaria, dan lima saudara lelaki beranak dua ini memang semuanya sudah pindah ke Amerika, sepuluh tahun lalu. Dan Iyad pun juga berharap bisa mengajak isteri dan dua anaknya mengikuti jejak keluarga besarnya ke tempat yang lebih aman dan nyaman, menurutnya.
Yahya yang tinggal di Ohio, kadang mengunjungi Iyad dan keluarganya di Tepi Barat. Mereka saling melepas rindu, menceritakan keadaan mereka masing-masing untuk tetap dalam satu silaturahim.
“Kadang kami saling mengobrol hanya melalui telepon. Kami keluarga yang sangat akrab,” cerita Yahya.
“Iyad suka sekali dengan pakaian yang bagus. Karena itu, tiap kali berkunjung ke sini, saya menyempatkan diri untuk membawa hadiah pakaian khusus untuknya,” tambah Yahya mengenang perjalanan hidupnya saat berinteraksi dengan Iyad.
Jumat di Tanggal 26 Agustus 2016
Pagi di hari Jumat itu, kebiasaan rutin mulai bergulir di keluarga Iyad Hamed.
“Hari itu, seperti tak ada tanda apa pun. Tak ada yang aneh dan lain dari yang lain dari pagi biasanya. Kami sarapan bersama keluarga,” cerita Nirmeen Hamed, isteri Iyad.
Setelah sarapan, Iyad meninggalkan rumah untuk membeli beberapa kebutuhan rumah. Mulai barang-barang keperluan isterinya, dua anaknya, di sebuah toko yang tak jauh dari rumah.
Sepulang dari toko, Iyad membawa makanan ringan, keripik, dan coklat untuk sekadar membuat dua anaknya, Zakaria (8 tahun) dan Layan (2 tahun) tersenyum bahagia.
Setelah itu, Iyad mengatakan ke isterinya bahwa ia tidak ingin datang terlambat ke masjid. Hari itu merupakan hari Jumat di mana umat Islam berkumpul untuk menunaikan shalat Jumat.
Satu jam setelah keberangkatan Iyad, terdengar kabar bahwa terjadi penembakan yang dilakukan tentara Israel dari atas menara pengawas. Kejadian itu persis di daerah Yabrud, sebuah tempat yang juga merupakan lokasi masjid di mana Iyad shalat.
Keluarga Iyad akhirnya mendapatkan kabar tentang kematian Iyad saat dalam perjalanan menuju masjid di Yabrud. Iyad dikabarkan panik saat tentara Israel menembaki warga secara membabi buta. Iyad Hamed dikabarkan tertembak pada bagian kepala.
Abdul Hamid Yusuf, seorang sopir kendaraan limbah yang biasa melalui rute Yabrud ke Silwad adalah seorang saksi mata kematian Iyad. Ia berada sekitar 10 meter dari korban saat penembakan itu terjadi.
Saat itu, menurut Abdul Hamid, ia melihat sosok yang ia kenal, Iyad, terlihat panik, gugup, dan berlari secara acak tak tentu arah karena tembakan sporadis dari arah menara pengawas. Dan tak lama, ia mendapati tubuh Iyad Hamed yang sudah bersimbah darah.
Saat itu, Abdul Hamid tak berani mendekati korban. Ia memarkirkan kendaraannya di sebuah toko terdekat. Ia pun memohon bantuan pemilik toko untuk menghubungi ambulan.
Setibanya ambulan di lokasi, barulah Abdul Hamid berani mendekati Iyad untuk ikut membantu tim medis mengurus tubuh korban. Tapi, itu sudah sekian lama, karena ambulan datang begitu lama. Dan Abdul Hamid tidak yakin apakah Iyad saat itu masih hidup.
Menuntut Keadilan
Shukria, Ibu Iyad Hamed, berharap keadilan bisa ditegakkan terhadap pelaku yang telah menembak puteranya tanpa alasan apa pun. Setidaknya, pelaku harus dihukum penjara.
“Bayangkan, dua anaknya saat ini telah menjadi yatim, isterinya telah menjadi janda. Ini benar-benar telah menyayat hati saya,” ucap Shukria sambil menangis.
Memang benar, apa yang diharapkan ibu dari Iyad Hamed berjalan seperti yang diharapkan. Pejabat militer Israel menyatakan akan mengambil tindakan terhadap pelaku yang dianggap bersalah.
Namun, pernyataan itu hanya sebatas ucapan yang bisa disampaikan kepada media massa. Hingga kini, tak seorang pun dari para penembak itu yang diperiksa. Apalagi dipenjara.
“Jika tentara Israel menembaki warga dengan semena-mena seperti itu, tidak pernah ada konsekuensi apa pun. Begitulah yang terus terjadi,” tegas saudara Iyad, Yahya.
“Yah, seperti itulah. Semua itu karena kami lemah,” tambah Yahya sambil menarik nafas dalam. (mh/aljazeera)