ChanelMuslim.com – Dipaksa senyum. Karena kunjungan seorang sahabat, hari ini saya diingatkan. Betapa guru saya dulu begitu keras mengajarkan saya untuk mengelola hati. Sebab semua pemberian Allah itu pasti baik.
Kita menganggapnya tak baik, itu sebab hati yang rusak. Hati yang tak pandai syukur dan melihat hikmah. Dikasih rezeki. Bukan melihat rezekinya, tapi malah mengukur jumlahnya.
Terus berkata, “Kok cuma dikit.”
Dikasih istri. Bukan syukur melihat istri, tapi malah yang diukur karakternya. “Kok cerewet, kok dekil, kok begini kok begitu.”
Padahal ada yang hari ini masih mendamba punya seorang istri.
Dikasih anak. Bukan melihat dengan syukur sebab punya anak. Tapi mengomel terus karena perilaku sang anak. Padahal bisa jadi kurangnya kita dalam mendidik mereka. Melihat yang dipunya, tapi hati terpancing mencari kurangnya. Dan seterusnya.
Baca juga: Tahu Gejrot Ala Kang Banyu
Ini kan hatinya yang kotor. Hatinya mulai rusak. Termasuk dalam hal ujian dan musibah. Bagaimana pun, ujian dan musibah adalah Allah yang memberi. Maka pasti itu yang terbaik.
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah.” (QS. An-Nisa: 79)
Berarti kalau dari Allah pasti baik. Maka, kalau hati kita baik, ujian dan musibah pun nanti itu semua akan tampak baik dan jadi baik. Tak mungkin pemberian Allah yang salah. Tapi mungkin kita yang salah mengolah. Dan itu dimulai dari hati yang kurang sehat.
Maka, salah satu cara yang diajarkan guru saya dulu untuk mengelola hati adalah ‘PAKSA SENYUM’. Sebab itu merupakan salah satu amalan terbaik seorang hamba.
Dalam tasawuf, sampai-sampai disebutkan; Hamba yang muram, itu adalah hamba yang buruk. Sebab ia membiarkan dilihat oleh Allah dalam keadaan sedih, seolah apa yang selama ini Allah berikan kepadanya masih kurang dan tidak baik.
Baca selengkapnya di oase ChanelMuslim.com