ChanelMuslim.com- Ada begitu banyak kasih yang tak sampai. Ia tertahan oleh jarak. Tertahan oleh keadaan. Tertahan oleh budaya. Dan tertahan oleh rasa kasih itu sendiri.
Hidup berkeluarga adalah bertemunya aneka kasih dalam satu wadah. Ada kasih orang tua kepada anak-anaknya. Ada kasih suami kepada istri, begitu pun sebaliknya. Dan ada kasih anak-anak kepada orang tuanya.
Kata kasih menunjukkan pemberian yang tanpa pamrih. Kasih keluar dari hati yang dalam, jernih, dan nyaris tanpa batas. Kasih kian terpuaskan ketika yang menerima merasa bahagia.
Meski yang menerima tidak bahagia pun, kasih akan terus mencari penyalurannya yang alami. Tersendat di sana, mengalir di tempat lain.
Ada Kasih Tak Sampai ketika Istri Tak di Rumah
Semua suami menginginkan istrinya selalu di rumah. Meskipun rumah yang mereka miliki jauh dari kriteria ideal. Tapi pertemuan dua hati di rumah yang jauh dari ideal itu tetap menjadi idaman. Karena ruang hati tidak akan menjadi sempit dengan kecilnya ruang keluarga, atau ruang kamar.
Namun, kadang keadaan harus menghapus semua mimpi indah itu. Ketika tidak ada rumus lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga, suami pun merelakan istrinya tak lagi seratus persen berada di rumah.
Meski di siang yang sama ia pun tidak di rumah, suami tetap menginginkan istrinya saat itu ada di rumah. Bukan untuk diri suami, tapi untuk anak-anak, dan untuk kenyamanan istri sendiri.
Ia membayangkan istrinya bisa istirahat tenang di siang yang terik. Bisa bercanda riang dengan anak-anak tanpa harus dikejar-kejar jam berangkat dan jam pulang kerja.
Ia juga membayangkan sosok istrinya yang rupawan bisa terjaga dari aneka lirikan liar para lelaki di luar sana. Bukan karena api cemburu yang membara di hatinya yang kadang tak lagi tetap padam. Tapi, semata-mata karena ingin istrinya tak menjadi sarana munculnya dosa.
Ia khawatir kalau istrinya terpaksa juga memandang sesuatu yang bisa membuat hatinya bolak-balik pada posisi yang salah. Seperti, terpaksa memandang laki-laki yang bukan mahram karena tuntutan pekerjaan dan perjalanan menuju tempat kerja.
Kalau sekali atau dua kali, mungkin gerak bolak-balik hati itu tak begitu terasa. Tapi bagaimana jika itu berlangsung rutin setiap hari dalam sepekan. Kecuali satu atau dua hari saat libur.
Ia membayangkan bisa membuat istrinya tetap segar bugar meskipun hari itu panas atau hujan. Karena perlindungan rumah, meskipun dengan sarana sekadarnya, bisa menjadi andalan.
Ketika ia tiba di rumah, istrinya tidak perlu repot-repot memanipulasi tenaga ekstra untuk menyambut dan melayaninya. Ia pun tidak melulu melihat raut wajah 5 watt istrinya saat keletihannya juga di sekitar watt yang sama. Ini karena ia dan istrinya sama-sama ada di luar pada waktu yang sama, hingga ia dan istrinya hanya memiliki porsi sisa di perjumpaan malam harinya.
Ah, ia pun membayangkan istrinya hanya curhat tentang dunia rumah. Tentang tingkah polah anak-anak yang susah makan. Tentang piring atau gelas yang pecah. Tentang genting bocor. Tentang pompa air yang ngadat. Dan lainnya.
Bukan curhat tentang teman kantornya. Bukan curhat tentang intrik-intrik organisasinya. Bukan curhat tentang jalan yang macet. Bukan curhat tentang kendaraan umum yang padat.
Ungkapan kasih ini masih tersimpan di seribu satu hati para suami. Ingin rasanya bisa tersampaikan, tapi terhalang oleh sesuatu yang ia sendiri tak mengerti. [Mh/bersambung]