ChanelMuslim.com- Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Hukum mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al-Quran As- Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
Dalam kajian fiqih Wanita “Bedah Buku: Fiqih Wanita By Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah” bersama Ladies Talk Meemaa Style x HijabersMom Community Bekasi, Ustaz Rusydi Helmi menjelaskan tentang hukum haji dan syarat yang harus dipenuhi.
Ustaz Rusydi mengatakan bahwa hukum melaksanakan ibadah haji adalah Fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, sekali dalam seumur hidup, sesuai sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
“Menunaikan haji itu wajib tetapi bagi yang mampu,” ujar Ustaz Rusydi Dalam kajian fiqih Wanita, Rabu (09/09/2021).
Sebagaimana terkandung dalam Al-Quran, Surat Ali Imran ayar 97.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Baca Juga : Imam di Kanada Gelar Undian Haji untuk Dorong Vaksinasi
Sementara, mengenai wanita lansia yang melaksanakan haji tanpa didampingi muhrimnya, Ustaz Rusydi berpendapat bahwa sebagian ulama membolehkannya dan menilai hajinya sah.
“Perempuan lansia sekalipun tidak pergi bersama muhrimnya, maka hajinya diangap sah,” ujarnya.
Dijelaskan Ustaz Rusydi, Imam Ahmad, Imam Maliki, dan Iamm Syafii membolehkan dan mengaggap sah ibadah haji wanita yang tidak diiringi suaminya. Dengan syarat ia menunaikannya bersama orang yang melindunginya.
Tidak setiap muslim mampu pergi haji. Sebagian terhalang karena kondisi ekonomi, dan sebagian yang lain terhalang karena kondisi fisik yang tidak mumpuni.
Dalam kajian tersebut Ustaz Rusydi menjelaskan hukum haji untuk kedua orang tua yang meninggal dunia, udzur syar’i atau yang biasa disebut (badal haji).
Badal haji sama juga dengan mewakili seseorang berhaji, dengan ketentuan orang yang mewakili harus sudah lebih dulu melaksanakan ibadah haji secara sempurna.
Ustaz Rusydi juga menegaskan bahwa para ulama sepakat membolehkan badal haji untuk orang yang sudah meninggal dunia.
Ulama mazhab Syafii sepakat boleh berhaji untuk orang yang sudah meninggal. Imam Malik juga menengaskan, jika memang diwasiatkan atasnya maka harus dilaksakan.
“Para ulama sepakat, seorang wanita dibolehkan menunaikan haji untuk wanita lainnya yang secara fisik tidak mampu melaksakan sementara kemampuan materi ada padanya,” jelasnya.
Ustaz Rusydi menjelaskan bahwa menurut kesepakatan para ulama, wanita Muslimah diperolehkan untuk menunaikan ibadah haji bagi wanita Muslimah lainnya. Baik untuk putrinya maupun orang lain dan juga menunaikan haji untuk laki-laki.
Baca Juga : Perjalanan Haji pada Masa Lalu
Berbeda dengan kaum laki-laki, perempuan dibolehkan mengenakan pakaian yang memenuhi aturan syariat.
Kaum wanita diperbolehkan mengenkan pakaian ihram dengan warna apapun, putih, hijau, hitam, atau lainnya.
Sementara pakaian jamaah laki-laki diharuskan mengenakan pakaian ihram yang berupa dua lembar kain tak berjahit. Kain pertama digunakan untuk menutup aurat bagian bawah, sedangkan kain lembar kedua digunakan sebagai selendang.
Lanjut Ustaz Rusydi menjelaskan bahwa ada beberapa etika dalam berihram. Hal ini termasuk dalam sunah ihram dan sesuai dengan ketentuan Islam.
“Dalam hal ini adalah mandi, berwudhu, memotong kuku, mencukur bulu ketiak dan kemaluan serta menyela-nyela rambut dengan air. Wanita yang desang haidh atau nifas diolehkan mandi, berihram, dan mengerjakan seluruh manasik, kecuali thawaf, dan Shalat sunnah ihram dua raka’at,” tutupnya. [wmh]