ChanelMuslim.com- Co-Founder Zam Cosmetic Tania Ray Mina berpendapat bahwa nama besar figur publik tidak cukup untuk mendukung dan menjamin keberlangsungan bisnis fesyen dan kosmetik.
Dikutip dari Antara, Senin (30/08/2021) Alih-alih mengandalkan nama ‘Zaskia Adya Mecca’, Tania ingin bisnis keluarga di sektor fesyen dan kosmetik dapat terus bertahan melalui berbagai strategi, mulai dari melakukan upaya pemeliharaan, mewujudkan misi, hingga memiliki pencapaian.
Baca Juga : Indonesia dan Turki akan Jadi Pasar Fesyen Muslim
Ia mengatakan memang pada awalnya nama ‘Zaskia’ muncul atas dasar permintaan department store besar di Indonesia pada saat kontrak eksklusif, namun seiring berjalannya waktu label bisnis harus berdiri lebih independen.
“Pada saat Zam Cosmetic launching, kami tidak mengasosiasikan nama singkatan Zaskia. Justru kami ingin membangun brand yang lebih independen dan tidak harus melekat dengan brand ambassador-nya,” kata Tania saat diskusi virtual Muharram Marketing Festival 2021 pada Senin.
Hal senada juga dikatakan CEO PT Kals Corpora Indonesia Haykal Kamil yang ingin agar produknya tidak selalu terasosiasi dengan figur publik.
“Kami berpikir, kami harus menjadi brand yang mandiri tanpa terkait dengan satu sosok. Brand harus bisa menjadi ‘sebuah brand’ yang akhirnya orang beli karena kualitas,” ujarnya.
Ia mengungkapkan pada awal pandemi tahun 2020, penjualan offline sangat terdampak sehingga perusahaan memutuskan untuk menjalankan beberapa strategi agar menjaga keberlangsungan bisnis.
Baca Juga : Kolaborasi IFC – IDBC dalam Menggiatkan Fesyen Indonesia untuk Go-International
Strategi Bisnis Fesyen Menghadapi Tantangan
Dengan kata lain, nama “Zaskia” saja tidak bisa dijadikan satu-satunya senjata untuk menghadapi tantangan.
Dua cara di antaranya, Kals Corpora mengeluarkan koleksi spesial, meliputi koleksi bertajuk Jelita Indonesia, Islamic Journey in Europe, serta Romansa Khatulistiwa, dan melakukan terobosan kolaborasi.
“Untuk koleksi, kami mencoba bagaimana berkomunikasi kepada konsumen dengan cara bukan hanya mengedepankan desain bagus tapi juga bicara soal local pride,” kata Haykal.
Misalnya, Kals Corpora membuat kain motif bertema Maluku dan mengangkat cerita atau sisi unik dari Maluku. Selain itu, pada koleksi lain, perusahaan mengangkat cerita yang terinspirasi dari perkembangan Islam di Denmark.
“Selain mengeluarkan koleksi, kami membuat strategi kolaborasi. Kami sadar, agar terus relevan, kita tidak kuat dengan satu nama publik figur. Mungkin dia terkenal sekarang, tapi siapa yang tahu lima tahun ke depan. Jadi kami berpikir untuk berkolaborasi dengan berbagai influencer,” ungkapnya.
Sebagai contoh, merek fesyen BIA berkolaborasi dengan Cut Meyriska, Ratna Galih, dan Isel Fricella. Merek ZM juga berkolaborasi dengan Marsha Nakita dan Tantri Namirah hingga kerja sama dengan produk yang tampaknya tidak linier seperti Glade, Maybeline, dan Geprek Bensu.
“Kami berpikir harus kolaborasi tidak hanya linier dengan jenis bisnis kami. Sebisa mungkin kami melakukan terobosan-terobosan yang di luar kebiasaan dan yang tidak terpikirkan oleh orang lain,” katanya.
Dengan menjalankan strategi tersebut, Kals Corpora mencatat penjualan daring naik 5 kali lipat jika dibanding tahun sebelumnya.
Selain itu, dari segi jumlah tenaga kerja pun meningkat, semula tim inti hanya sekitar 30 orang dan kini menjadi 120 orang. Indirect jobs, meliputi karyawan di pabrik, penjahit, tukang potong, tukang pola, hingga supir, juga meningkat 5 kali lipat. [wmh]