ChanelMuslim.com – Kesahihan qiraat dan imam-imam qiraat. Para sahabat Nabi terdiri dari beberapa golongan, tiap golongan mempunyai dialek yang berbeda-beda. Memaksa mereka untuk membunyikan dengan dialek yang tidak biasa mereka ucapkan dapat mempersulit mereka.
Untuk memudahkan mereka, Allah yang Maha Bijaksana kemudian menurunkan al-Qur’an dengan berbagai macam dialek mulai dari dialek Quraisy dan dialek lain di tanah Arab hingga tujuh macam dialek.
Kesahihan Qiraat dan Imam-imam Qiraat
Qiraat al-Qur’an baru dianggap sah bila memenuhi 3 kriteria sebagai berikut.
Sanadnya mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari guru-guru yang dipercaya, tidak ada cacat, sanadnya bersambung kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam; sesuai dengan Mushaf Utsmani, dan qiraat sesuai kaidah Bahasa Arab.
Baca Juga: Kementerian Agama Susun Panduan Bahasa Isyarat Alquran
Level Qiraat
Dari segi sanad derajat/level qiraat terbagi menjadi 6 yaitu sebagai berikut.
1. Mutawatir, yaitu Qiraat yang diriwayatkan oleh banyak orang pada setiap generasi dari awal sampai akhir bersambung hingga Rasulullah SAW.
2. Masyhur, yaitu Qiraat yang mempunyai sanad shahih, tetapi jumlah perawinya tidak sebanyak yang mutawatir.
3. Ahad, yaitu Qiraat yang mempunyai Sanad yang shahih, tetapi tidak cocok dengan Mushaf Usmani dan kaidah Bahasa Arab.
4. Syadz (janggal/ganjil), yaitu qiraat yang tidak memenuhi tiga syarat sah untuk diterimanya Qiraat.
5. Mudraj, yaitu Qiraat yang sisipkan ke dalam ayat Al-Qur’an.
6. Maudhu’ (palsu), yaitu Qiraat buatan, disandarkan kepada seseorang tanpa dasar, tidak memiliki sanad dan rawi.
Baca Juga: Ini Alasan Alquran Mengatur Konsep Berkeluarga
Qiraat yang Sah Diamalkan
Dari level Qiraat di atas, Qiraat yang sah diamalkan adalah qiraat yang Mutawatir dan Masyhur.
Qiraat yang Mutawatir disebut dengan qiraat sab’ah, dengan imamnya sebagai berikut: Nafi’, Ibnu Katsir, Abu Amr, Ibnu Amir, ‘Ashim, Hamzah, dan Al-Kisai.
Ketujuh macam qiraat di atas yang diriwayatkan oleh tujuh imam qiraat di atas merupakan Qiraat Mutawatir, sedangkan selain di atas, ada 3 lagi qiraat dengan derajad Masyhur dengan 3 imam qiraat (Qiraat Sepuluh), yaitu: Abu Ja’far, Ya’qub, dan Khalaf.
Al-Qur’an merupakan Kalam Allah Subhanahu wa taala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam bahasa Arab.
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh seluruh orang Arab dengan maksud untuk mempermudah mereka dalam memahaminya dan sebagai kemukjizatan serta sebagai ajakan bertanding kepada orang-orang yang pandai bicara agar mendatangkan satu surat atau satu ayat.
Di samping itu, untuk mempermudah bacaan, pemahaman dan hafalan al-Qur’an kepada mereka karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka. Allah Subhanahu wa taala berfirman:
“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”
Baca Juga: Alquran Solusi Persoalan Keluarga
Hikmah Al-Qur’an Diturunkan dalam Tujuh Huruf
Dengan diturunkannya al-Qur’an dengan beragam bacaan mengandung beberapa hikmah. Hikmah diturunkannya al-Qur’an dalam Tujuh Huruf antara lain sebagai berikut.
Mempermudah umat Islam
Khususnya bangsa Arab yang menjadi tempat diturunkannya al-Qur’an, sedangkan mereka memiliki beberapa lahjah (dialek) meskipun mereka bisa disatukan oleh sifat kearabannya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Agar mempermudah umatku”. Dan sesungguhnya umatku tidak mampu melaksanakannya.” Dan lain-lain.
Memberikan Keringanan kepada Umat
Seorang ahli tahqiq Ibnu Jazari berkata, “Adapun sebabnya al-Qur’an didatangkan dalam tujuh huruf adalah: memberikan keringanan kepada umat, serta memberikan kemudahan sebagai bukti kemuliaan, keluasaan, rahmat, dan spesialisasi yang diberikan kepada umat utama di samping untuk memenuhi tujuan nabinya sebagai makhluk yang paling utama dan kekasih Allah telah memerintahkan umatnya untuk membacakan al-Qur’an dengan satu huruf”.
Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Aku meminta maghfirah kepada Allah karena umatku tidak mampu melakukannya”. Beliau terus mengulang-ulang pernyataannya sampai dengan tujuh huruf.
Baca Juga: Alquran yang Ditinggalkan
Al-Qur’an Diturunkan dari Tujuh Pintu dengan Tujuh Huruf
Imam Jazari mengatakan: Al-Qur’an diturunkan dari tujuh pintu dengan tujuh huruf, sedangkan kitab-kitab terdahulu diturunkan dari satu pintu dengan satu huruf.
Hal itu karena Nabi-nabi terdahulu diutus untuk bangsa tertentu, sedangkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam diutus untuk semua umat manusia dan bagi bangsa Arab sendiri.
Bagi bangsa Arab sendiri walaupun al-Qur’an diturunkan dalam bahasanya sendiri tetap sangat sulit untuk membaca al-Qur’an dalam satu huruf meskipun telah belajar dan berusaha keras karena memiliki dialek yang berbeda-beda.
Menyatukan umat Islam
Menyatukan umat Islam dalam satu bahasa Quraisy yang tersusun dari berbagai bahasa pilihan di kalangan suku-suku bangsa Arab.
Al-Qur’an berkembang menjadi suatu ilmu tersendiri yang perlu dikembangkan oleh umat Islam. Menurut bahasa, qiraat artinya bacaan, maka ilmu qiraat berarti ilmu bacaan. Menurut istilah, Ilmu Qiraat berarti:
علم يعرف به كيفية النطق فى الكلمات القرآنية و طريق ادائها اتفاقا واختلاقا مع عزو كل وجه لناقله
Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata al-Qur’an berikut cara penyampaian, baik yang disepakati (ulama ahli al-Qur’an) maupun yang terjadi perbedaan pendapat, dengan menisbatkan setiap wajah bacaan kepada seorang imam qiraat.
Pertama kali, Ilmu Qiraat disusun oleh para imam qiraat. Sebagian ulama mengatakan yang pertama kali menyusun ilmu qiraat adalah Abu Umar Hafsh bin Umar Ad-Duri. Sedangkan yang pertama kali membukukannya adalah Ubaid Al-Qasim bin Salam.
Hukum mempelajari ilmu qiraat para ulama berpendapat hukumnya fardhu kifayah. Komisi Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya 2 Maret 1983 memutuskan bahwa:
1. Qiraat Sab’ah (Qiraat 7) adalah sebagian dari Ulumul Qur’an yang wajib diperkembangkan dan dipertahankan.
2. Pembacaan Qiraat Tujuh dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah (yang belajar dari ahli Qiraat).
Majam’ul Buhus (Lembaga Riset) Al-Azhar Cairo dalam muktamarnya tanggal 20-27 April 1971 telah memutuskan bahwa Qiraat al-Qur’an itu bukanlah hasil ijtihad, melainkan sebagai taufiqi (ketentuan Tuhan) yang berpegang kepada riwayat-riwayat yang mutawatir.
Muktamar mendorong dan menggalakan para pembaca al-Qur’an agar tidak hanya membaca dengan Qiraat Hafsh saja, demi untuk menjaga qiraat-qiraat yang lain yang telah diyakini kebenarannya agar jangan terlupakan dan musnah.
Muktamar juga mengimbau seluruh negara-negara Islam agar menggalakkan mempelajari qiraat ini di lembaga-lembaga pendidikan khusus yang dikelola para pakar ilmu qiraat yang terpercaya keahliannya. Wallahu a’lam.[ind]
Referensi
Ilmu al-Qur’an & Tafsir, Karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Semarang, penerbit: PT Pustaka Rizki Putra, 2009.
Kaidah Qiraat Tujuh, Karya Ahmad Fathoni, Lc, MA, Jakarta, Institut PTIQ & Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan Darul Ulum Press Jakarta, 1991.
Studi Ilmu al-Qur’an, karya Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Bandung, penerbit: Pustaka Setia, 1999.
Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis, karya KH. As’ad Humam, Yogyakarta, Balai Litbang LPTQ Nasional Team Tadarus “AMM” Yogyakarta, 2002.
Syaamil Al-Qur’an, Al-Qur’an Terjemah per kata, Bandung.