ChanelMuslim.com- Perhiasan mahal karena keindahannya. Tapi tak banyak yang menyelami, mahal dan indahnya itu hasil dari tempaan yang menyiksa.
Sebagian besar orang mencermati perhiasan dari pajangan sebuah outlet yang apik. Disusun dan ditata sedemikian rupa lengkap dengan pencahayaannya.
Namun, hampir tak ada yang menemui aneka perhiasan indah itu di dapur pembuatannya. Sungguh sebuah suasana yang bertolak belakang. Suasananya keras, panas, tempa dan tempa.
Seperti itulah mungkin potret hidup ini. Sekian banyak bangsa pernah mengalami itu. Ratusan tahun, bahkan ribuan, berjuang di tengah tempaan menjadikan mereka seperti sekarang ini. Begitu bernilai.
Terlepas dari pembangkangannya kepada Allah, bangsa Yahudi pernah mengalami itu. Ribuan tahun hidup dalam tempaan yang menyakitkan: disiksa, diburu, dan diusir dari negeri ke negeri lain.
Sekian nabi diutus untuk membimbing dan memimpin bangsa itu. Membangkitkan semangat mereka untuk belajar dan bersabar.
Kini, mereka menjadi bangsa yang begitu diperhitungkan. Nyaris, tak ada keuangan dunia yang luput dari bayang-bayangnya. Tak ada perubahan dunia yang absen dari “buah tangannya”.
Potret lain juga terpampang dari negeri tirai bambu: Cina. Ribuan tahun mereka belajar tentang tempaan. Penyiksaan dan penderitaan juga tak luput dari ruang hidup mereka.
Terlepas dari keculasannya, bangsa itu begitu diperhitungkan saat ini. Di mana pun sebarannya ada, sosoknya menjadi begitu diperhitungkan.
Mereka meraihnya bukan dari hadiah. Melainkan sebagai buah kerja keras. Jatuh bangun, jatuh bangun, dan bangun lagi.
Bisa dibilang, bangsa inilah yang kini mampu menyaingi bangsa Yahudi dalam mencengkeram kekuatan dunia.
Pertanyaannya, kita bagaimana? Saat ini, kita seperti umat yang selalu tersudutkan di mana kita berada. Selalu menjadi cap buruk di hampir semua kegagalan dan keburukan.
Memang benar bahwa itu sebagai konpirasi global menjatuhkan citra umat Islam. Namun, mengapa kita begitu empuk menjadi sasaran objek. Seolah umat ini pantas menerima cap itu.
Sebagian kita ada yang tersisihkan dari kiprah di negeri sendiri. Sebagian lagi bahkan diperangi dan diusir dari tanah kelahirannya.
Padahal, umat Islam pernah memimpin dunia seribu tahun lebih. Peradaban, sains, dan teknologi saat ini tak bisa dipungkiri adalah karya asli umat Islam. Bukan Yahudi, bukan pula Cina.
Boleh jadi, kitalah saat ini yang sedang Allah tempa: keras, panas, dan pukulan bertubi-tubi. Dan saat ini pula, kita juga yang mestinya sedang belajar dan bersabar.
Tempaan yang keras akan membentuk nilai yang mahal. Bukan hanya dalam skala kolektif. Tapi juga terhadap diri kita sendiri.
Inilah diri kita saat ini. Ditempa dan ditempa: keras, panas, dan menyiksa. Yang mestinya, menjadi berkilau dan bernilai tinggi.
Bukan sebaliknya: kian lembek dan tenggelam dalam seribu satu keluhan tentang nasib hari ini dan esok. [Mh]