ChanelMuslim.com – Sebelumnya telah kita bahas terkait kebutuhan umat atas fiqh prioritas. Kebutuhan ini tidak hanya dalam menentukan antara dua atau lebih prioritas amal pribadi. Namun, berkaitan pula dengan amal sosial.
Baru-baru ini kita dibuat heboh dengan antrian panjang di sebuah restoran cepat saji. Restoran tersebut menjual produk baru yang berkolaborasi dengan grup band Korea Selatan yang sedang naik daun di tanah air. Pada akhirnya, antrian panjang ini melahirkan kerumunan di tengah situasi pandemi covid-19 yang tak kunjung usai.
Baca Juga: Kebutuhan Umat Atas Fiqh Prioritas
Fiqh Prioritas Sebagai Timbangan Amal
Terlepas dari bagaimana management perusahaan mengatur sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan hingga memicu pro kontra akibat kerumunan. Namun, ada yang kacau dari timbangan masyarakat dalam dalam menilai suatu amal atau tindakan.
Sebuah kaidah penting bisa menjadi ukuran mengenai prioritas amal yang harus kita dahulukan atau singkirkan.
“Menolak kerusakan harus didahulukan atas pengambilan manfaat.”
Kaidah ini sangat jelas, kita diajak untuk memikirkan nilai apa yang terkandung dalam sebuah amal. Manfaatkah? atau Keburukankah?
Imam Izzuddin bin Abdussalam menyebutkan cara untuk mengenali nilai apa yang terkandung dalam suatu amalan, termasuk amalan dunia.
“Kebanyakan kemaslahatan dunia dan kerusakannya dapat diketahui dengan akal, sekaligus menjadi bagian terbesar dari syari’at. Karena telah diketahui bahwa sebelum ajaran agama diturunkan, orang yang berakal telah mengetahui bahwa usaha untuk mencapai suatu kebaikan dan menghindarkan terjadinya suatu kerusakan, dari diri manusia, menurut pandangannya adalah suatu yang terpuji dan baik….”
Pada hakikatnya, kita telah mengetahui mana amalan yang memiliki manfaat dan mana yang tidak. Setiap manfaat harus diukur dari kebaikan dunia dan akhiratnya. Dalam hal membeli paket makanan dengan kemasan grup band idola, apakah hal ini memberi kebaikan dunia dan akhirat?. Kebaikan dunia ini tentunya tidak bisa diukur berdasarkan hawa nafsu kita. Aturan syariat atau agama berperan dalam menentukan nilai sebuah kebaikan.
Trend ini, selain menumbulkan bahaya di situasi pandemi, ada kehormatan masyarakat yang tergadaikan. Kehormatan ini merupakan kebutuhan yang harus diprioritaskan untuk dijaga. Dengan mayoritas pembeli adalah wanita, mereka melakukan itu demi idolanya yang bahkan tidak dapat membawa kebaikan pada agama. Mereka tidak mendapatkan apapun darinya kecuali pemenuhan hawa nafsu semata.
“… dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun…” (Q.S. al-Qashash: 28)
Dari sini, kita bisa simpulkan bagaimana fiqh prioritas mengarahkan kita untuk menilai suatu amalan berdasarkan kebaikan agama. [Ln]
Sumber: Fi Fiqhil Awlawiyat karya Dr. Yusuf Al-Qaradhawi