ChanelMuslim.com- Silaturahim yang utama itu bukan ke yang suka kita. Tapi, ke yang tidak suka. Inilah silaturahim yang Allah suka.
Lebaran identik dengan silaturahim. Saling berkunjung untuk mempererat hubungan persaudaraan. Bisa ke sanak kerabat dan keluarga. Bisa juga ke teman-teman dekat.
Namun, silaturahim seperti itu sebagai nilai yang biasa. Sangat biasa orang mengunjungi sanak kerabat dan keluarga yang ia suka.
Menurut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, silaturahim baru menjadi utama ketika yang dikunjungi sosok yang nggak suka kita. Dan boleh jadi, kita pun menjadi ikutan nggak suka dia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Bukanlah silaturahim orang yang menyambung tali yang sudah terjalin. Silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Masya Allah, nggak gampang kan. Berikut ini tips agar silaturahim utama itu bisa kita lakukan dengan lapang dada.
Perhatikan yang Merintah, bukan Siapa yang Dikunjungi
Sangat alami orang membalas keburukan yang dilakukan orang lain. Dalam arti sebagai balasan yang pasif. Kalau dia nggak suka saya, kenapa repot-repot saya suka dia.
Seperti itulah komen yang muncul begitu saja dari hati yang paling dalam. Tapi, Allah dan RasulNya mengajarkan yang sebaliknya. Jangan balas dengan keburukan yang sama. Balaslah dengan kebaikan.
Kepatuhan ini hanya bisa terwujud jika nilai iman kita bagus. Iman yang membimbing bahwa apa yang di sisi Allah jauh lebih baik dari yang ada di dunia ini.
Kalau menurut Allah dan RasulNya itulah sebagai silaturahim yang terbaik, tentu akan mendapat balasan yang terbaik pula. Kalau di situ ada balasan terbaik, kenapa harus disia-siakan.
Yang Waras Ngalah
Di masyarakat umum ada istilah yang lumayan bagus untuk dicermati. Yaitu, istilah yang mengatakan, “Yang Waras, Ngalah!”
Pemahaman ini mengandung arti bahwa orang yang sehat iman dan akalnya akan melakukan yang terbaik walaupun terkesan merugikan. Karena rugi dan untung itu bukan di mata manusia. Melainkan dalam takaran Allah subhanahu wata’ala.
Dalam hitungan biasa, apa untung dan menariknya mengunjungi orang yang menjauhi kita. Kecuali, dia menjanjikan jabatan. Atau, dia menjanjikan bisnis yang sangat menguntungkan.
Jika semua yang menarik itu memang nihil alias kosong, berarti ada dua kerugian yang hampir pasti kita dapatkan. Yaitu, korban perasaan karena merasa seperti mengakui salah padahal tidak. Kedua, energi yang seolah terbuang sia-sia, baik tenaga maupun biaya.
Tapi, yang namanya nilai kebaikan bukan pada untung dan menjanjikannya. Melainkan pada hikmah di balik kunjungan itu. Mungkin dengan begitulah, mereka bisa tersadar. Setidaknya, tidak lagi memusuhi kita seperti masa sebelumnya.
Demi Menyambung Masa Depan
Kalau yang tidak menyukai itu sanak kerabat kita, bisa kakak atau adik, paman atau bibi, sepupu, dan lainnya; ketidaksukaan itu bisa terwariskan turun-temurun.
Padahal, yang menjadi sumber konfliknya hanya dua pelaku. Dan yang di bawahnya hanya ikut-ikutan sebagai korban renggangnya tali persaudaraan.
Ketika terjadi kunjungan yang dilakukan secara tulus, mungkin saja kerabat yang tidak suka belum bereaksi positif. Tapi, yang di bawahnya akan bereaksi berbeda.
Mereka akhirnya memperoleh data pembanding dari hanya yang ia terima selama ini. Bahwa, sosok kita tidak seburuk yang digambarkan. Dan dari situlah, jalinan baru terjalin dan memutus kebencian yang terwariskan.
Mengunjungi yang kita suka dan suka kita itu sangat biasa. Wajar. Belajarlah untuk menjadi luar biasa. Dan inilah ajaran Allah dan RasulNya yang pasti bijaksana. [Mh]