ChanelMuslim.com- Hidup ini untuk mati. Hidup untuk meraih bekal sebanyak-banyaknya saat mati datang. Bukan, siap mati demi meraih hidup saat ini.
Paradigma hidup seorang mukmin bisa dibilang sederhana. Tidak muluk-muluk untuk meraih ini dan itu. Tidak untuk menjadi ini dan itu. Melainkan, mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk setelah mati esok.
Hal itu pernah disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah riwayat Nabi menyampaikan, orang cerdas itu adalah mereka yang menahan dirinya (dari nafsu duniawi, red) dan menyiapkan bekal untuk menghadapi mati. (HR. Tirmidzi)
Menahan diri merupakan kesadaran bahwa hidup ini godaan dan ujian. Godaan karena dunia bisa menampilkan angan-angan. Saya punya ini dan itu, esok saya akan punya yang lain lagi. Dan seterusnya.
Itulah angan-angan yang kerap menghipnotis kesadaran tentang hidup. Bahwa, hidup untuk meraih sebanyak-banyaknya apa yang ditawarkan dunia. Ia lupa bahwa ada batas hidup yang pasti. Yaitu, mati. Dan, mati bukan akhir dari segalanya. Justru, awal dari semuanya.
Ujian menunjukkan bahwa dunia sebagai ajang kenaikan peringkat. Bentuknya cuma dua: anugerah dan beban. Orang yang menahan dirinya dari dunia, akan menyikapi anugerah dengan syukur. Ia kembalikan lagi anugerah kepada Pemiliknya. Ia pun menyikapi beban dengan sabar. Karena Pemberi beban ini ingin agar hambaNya meraih pahala besar dari semua beban itu.
Hidup untuk Ibadah
Inilah hakikat hidup yang Allah berikan untuk manusia: sebagai ruang dan peluang untuk ibadah. Dan ibadah adalah segala amal yang diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah. Tidak cukup hanya pada niat, tapi juga mengikuti keteladanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ruang adalah wadah yang telah Allah sediakan untuk kita. Kita sebagai ini dan itu. Apa pun profesi dan posisinya, itulah ruang yang harus diisi dengan pengabdian hakiki kepada Allah.
Ada pengabdian yang khusus berupa ibadah yang telah dicontohkan Nabi. Ada pula ibadah yang menjadi ruh dari semua amal duniawi kita. Semua itu ditujukan pada satu titik: untuk mengetuk ridha Allah atas kesibukan kita di dunia ini.
Peluang adalah rentang waktu yang disediakan untuk kita. Rentang waktu ini rahasia. Hanya Allah yang tahu berapa lama hidup kita, berapa lama posisi dan profesi yang kita pegang. Selagi ada kesempatan, semua dimaksimalkan untuk meraih ridha Allah. Bukan sekadar untuk karir. Bukan sekadar benefit. Dan seterusnya.
Bagi seorang mukmin, hidup ini tak ubahnya seperti persinggahan sejenak. Singgah hanya untuk memulihkan tenaga. Singgah untuk meraih bekal agar tidak sengsara di perjalanan berikutnya. Dan singgah untuk membersihkan diri dari segala beban dan kotoran yang menghambat.
Jadi, hidup bukan untuk hidup itu sendiri. Apalagi, rela mati demi meraih hidup bahagia versi kita. Tapi, hidup untuk persiapan mati esok. Karena di bandingkan dengan waktu dan momen setelah mati, hidup saat ini tak akan bernilai apa-apa.
Buat apa berangan-angan untuk sesuatu yang tak memiliki nilai. Terlebih lagi, rela mati untuk angan-angan itu. [Mh]