ChanelMuslim.com- Yatsrib berasal dari nama Yatsrib bin Mahlail. Ia adalah keturunan raja-raja Amaliqah yang dahulu pernah berkuasa di kota itu. Setelah Rasulullah hijrah, beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah.
Baca Juga: Kisah Perjalanan Rasulullah ke Madinah Ketika Berhijrah
Yatsrib menjadi Madinah
Al-Madînah secara umum memang diartikan sebagai kota, tetapi sebetulnya al-Madînah itu mengandung makna peradaban, karena dalam bahasa Arab, peradaban itu adalah madanîyah atau tamaddun.
Cuaca di Kota Madinah sangat kering. Pada musim dingin suhunya sangat rendah dan pada musim panas suhunya jauh lebih panas dari pada Mekah.
Banyak sahabat Muhajirin yang tidak kuat dengan cuaca tersebut dan jatuh sakit. Mereka dilanda demam tinggi yang melemahkan tubuh. Abu Bakar, Bilal, dan Amir bin Fuhairah termasuk yang jatuh sakit.
Mempersaudarakan di antara sesama orang-orang Muslim
Disamping membangun masjid sebagai tempat untuk mempersatukan manusia, Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam juga mengambil Tindakan yang sangat momumental dalam sejarah.
Yaitu usaha mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar. Ibnu Qayim menurutkan,
“kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar di rumah Anas bin Malik. Mereka yang dipersaudarakan ada Sembilan puluh orang, separuh dari Muhajirin dan separuhnya lagi dari Anshar.
Beliau mempersaudarakan mereka agar saling tolong menolong, saling mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia di samping kerabatnya. Waris-waris ini berlaku hingga Perang Badr.
Tatkala turun ayat, “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagaimana lebih berhak terhadap sesama (daripada kerabat yang bukan kerabat). (Al-Anfal:75).
Maka hak-hak waris mewarisi itu menjadi gugur, tetapi ikatan persaudaraan masih tetap berlaku.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan yang benar-benar harus dilaksanakan.
Dorongan perasaan untuk mendahulukan kepentingan yang lain, salig mengasihi dan memberikan pertolongan benar-benar senyawa dalam persaudaraan ini.
Tujuan Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya adalah untuk menghilangkan rasa asing dalam diri sahabat Muhajirin di Kota Madinah.
Selama itu, persaudaraan ini ditujukan untuk menunjukkan bahwa semua orang Islam bersaudara. Selain itu, juga agar setiap Muslim menjadi saling menolong yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan.
Buah persaudaraan ini akan dirasakan terus selama tahun-tahun sulit yang kelak ditempuh Rasulullah dan para sahabatnya di Madinah.
Ternyata, kalangan Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luar biasa kepada saudara-saudara Muhajirin mereka.
Sudah sejak semula golongan Anshar menyambut gembira kaum Mihajirin. Mereka begitu mengerti bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh kekayaan di Mekah
Sebagian besar dari mereka memasuki Madinah dengan perut lapar tanpa ada lagi yang dapat dimakan. Apalagi mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan.
Tentu saja sebagai kaum yang berbudi, kaum Muhajirin tidak begitu saja terlena dengan bantuan saudara-saudara Anshar mereka.
Kaum Muhajirin berusaha melakukan banyak pekerjaan agar mereka bisa kembali mandiri secepatnya.
Persaudaraan Sejati
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati. Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya.
Rasulullah menghimpun hati para sahabatnya begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih.[Ind/ Wld].
Bersambung.
Sumber Buku Sirah Nabawiyah, Penulis Syeikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Penerbit Pustaka Al-Kautsar.