ChanelMuslim.com- Ketika Rasulullah tiba di Madinah, langkah pertama yang dilakukan Rasulullah adalah membangun masjid Nabawi, tempat yang dipilih untuk membangun masjid itu merupakan pilihan unta Nabi saat pertama kali berhenti di Madinah.
Muhajirin yang pertama
Abu Salamah bin Abdul Asad adalah Muhajirin yang pertama tiba di Madinah. Setelah itu, menyusul Amir bin Rabi’ah bersama istrinya, Laila binti Abi Hasymah. Beliaulah wanita Muhajirin yang pertama tiba di Madinah.
Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri menjadi tuan rumah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam. Semuanya ingin agar Rasulullah bersedia tinggal di lingkungan mereka.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam mengetahui bahwa jika ia menentukan pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa.
Karena itu, beliau memasrahkan pilihan itu kepada Allah Subhanahu wa Taala. Dengan halus, beliau berkata kepada semua kepala keluarga.
“Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah oleh Allah dan akan berhenti ditempat yang Allah kehendaki.”
Kaum Muslimin mengikuti Al Qushwa yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang anak yatim, unta Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam mengajak Al Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan merebahkan perutnya lagi ke pasir.
“Inilah tempat kediamanku, in syaa Allah,” demikian sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Kemudian, beliau berdoa empat kali,
“Ya Allah, semoga Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan Engkaulah sebaik-baik yang memberi tempat kediaman.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam membeli tanah dari kedua anak yatim tersebut.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam turun dan bertanya,
“Di mana rumah saudaraku yang paling dekat dari sini?”
“Abu Ayyub segera menjawab, “Saya, ya Rasulullah! Itu rumah saya!”
Rasulullah tersenyum dan berkata,
“Baiklah Abu Ayyub, jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara waktu. Silahkan sediakan tempat untukku.”
Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena begitu gembira. Disiapkannya tempat untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam serapi mungkin. Kemudian, ia kembali menghadap Rasulullah dan berkata,
“Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah Allah, silahkan berdiri dan masuk ke dalam.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin Rasulullah tinggal di lantai atas, tetapi Rasul menolak.
Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya tumpah. Abu Ayyub dan istrinya segera menggunakan selimut satu-satunya untuk menyerap air agar tidak menetes ke tempat tinggal Rasulullah.
Setelah itu, Abu Ayyub mendesak Rasulullah agar tinggal di atas. Akhirnya Rasulullah pun bersedia tinggal di atas.
Mendirikan Masjid Nabawi
Tujuh bulan lamanya, Rasulullah dan keluarganya tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu Ayyub, Sa’ad bin Ubadah, As’ad bin Zurarah, dan yang lainya mengirim makanan untuk keluarga Rasulullah secukup-cukupnya.
Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan tidak mereka makan sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah dan keluarganya. Demikianlah budi Abu Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah.
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah adalah membangun masjid nabawi. Tepat di tempat menderungnya onta itulah beliau membeli tanah tersebut dari dua anak yatim yang menjadi pemiliknya.
Beliau terjun langsung dalam pembangunan masjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya bersabda, “Ya Allah tidak ada kehidupan yang lebih baik kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.”
Beliau juga membangun beberapa rumah di sisi masjid, dindingnya dari susunan batu dan bata, atapnya dari daun kurma yang disanggah beberapa batang pohon.
Itu adalah bilik-bilik untuk istri-istri beliau. Setelah semuanya selesai, maka beliau pindah dari rumah Abu Ayyub ke rumah itu.
Masjid itu bukan sekedar tempat untuk melaksanakan shalat semata, tetapi juga merupakan sekolahan bagi orang-orang Muslim untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingan-bimbingannya.
Sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa Jahiliyah, sebagai tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
Disamping semua itu, masjid tersebut juga berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang Muhajirin yang miskin, yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta, kerabat, atau belum berkeluarga.
Baca juga: Kisah Rasulullah Baiat Aqabah Pertama
Pada masa-masa awal Hijriyah disyariatkan adzan, sebuah seruan yang menggema di angkasa. Lima kali setiap harinya, yang suaranya memenuhi seluruh pelosok.[Ind/Wld].
Bersambung
Sumber Buku Sirah Nabawiyah, Penulis Syeikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Penerbit Pustaka Al-Kautsar.