Seorang siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di bilangan Joglo, Jakarta Barat, sebut saja Rose, suatu siang pamitan kepada ibunya untuk pergi ke warnet. Ibunya yang biasa mengijinkan anaknya jika ditanya hendak mengerjakan tugas sekolah, itu tak mengira jika hari itu dia harus berpisah dengan buah hatinya.
Benar, ternyata Rose tak pernah kembali sejak hari itu. Esti, ibunya, dan ayahnya hanya bisa menyesal telah mengijinkan anaknya ke warnet. Nyatanya, di warnet tersebut, Rose lebih banyak chatting dengan teman-teman lama maupun teman barunya.
Di usianya yang 16 tahun itu ia sudah memiliki ratusan kenalan di media sosial melalui jejaring Facebook. Teman-teman barunya kadang ia ceritakan kepada ibunya. Bahkan, sebelum ia hilang dari rumah itu, Rose pernah curhat pada ibunya bahwa ia tengah dekat dengan seorang laki-laki yang mengaku anggota TNI.
Baru kenal selama 10 hari membuat anak baru gede itu menjadi lupa diri dan tak waspada. “Belakangan dia banyak diam, cenderung aneh,” begitu kesaksian ibunya pada Rose sebelum meninggalkannya. Ia menduga anak pertamanya itu menjadi korban kejahatan dari jejaring pertemanan di dunia maya. Keluarga Rose menduga pelaku yang membawa kabur anaknya itu merupakan kawanan sindikat perdagangan manusia (human trafficking).
Kasus hilangnya Rose merupakan satu dari sekian banyak anak yang dilaporkan hilang. Kasus hilangnya anak karena pertemanan di media sosial selama lima tahun terakhir banyak di laporkan ke aparat kepolisian. Kebanyakan yang hilang itu adalah anak perempuan. Meski belum ada data resminya, namun diperkirakan selama lima tahun ini angkanya menembus ratusan anak.
Orang tua yang memiliki anak yang masih duduk di bangku sekolah semestinya memberikan edukasi tentang pertemanan, terlebih di dunia maya. Kewaspadaan terhadap orang atau teman yang baru dikenalnya mesti diutamakan, mengingat secara psikologis anak-anak masih labil dan sedikit pengalaman, terutama dalam menimbang sesuatu yang baik dan buruk.
Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta pernah memberikan tips sederhana untuk menghindari kejahatan, terutama penculikan. “Jangan mudah percaya dengan orang baru, terutama hal yang bersifat pribadi,” tuturnya seperti dikutip Sindonews (21/10/2015)
Antisipasi yang bisa dilakukan, katanya, adalah dengan membatasi area mana yang bisa dimasuki orang asing dan yang tidak perlu dilakukan. Kemudian, diperlukan meningkatkan kepercayaan diri dan menjalin komunikasi dengan teman yang dibina sejak lama.
Ayah dan bunda harus waspada akan bahaya yang mengancam buah hatinya jika minta ijin keluar tanpa pendampingan anggota keluarga lainnya. Sebab, jika lalai sedikit, “mangsa” di luar sana tengah mengincarnya. Dan, sesal kemudian tiada guna. (mr/chanelmuslim) foto:liputan6