ChanelMuslim.com – Ustazah, bagaimana hukum akad nikah dengan teleconference? Adik perempuan saya akan melangsungkan akad nikah.
Calon suami dan keluarganya dari luar kota tidak bisa datang ke tempat akad karena tertahan di bandara.
Mereka belum bisa terbang kecuali bisa menunjukkan surat bebas Covid-19. Untuk mengurusnya perlu waktu dan biaya tes yang tidak sedikit. Sementara ini, akad nikahnya dibatalkan.
Apakah memungkinkan secara syar’i jika akad nikah dilakukan dengan teleconference, misalkan via zoom meeting dalam kondisi sulit seperti itu?
Ustazah Herlini Amran, M.A. menjelaskan persoalan ini sebagai berikut.
Suatu pernikahan akan menjadi sah apabila telah memenuhi rukun-rukun pernikahan, yaitu adanya mempelai laki-laki dan mempelai perempuan, adanya wali nikah dari perempuan, adanya saksi dalam pernikahan tersebut dan dilakukannya ijab qabul.
Ijab qabul adalah ucapan dari orangtua atau wali mempelai wanita untuk menikahkan putrinya kepada sang calon mempelai pria.
Orangtua mempelai wanita melepaskan putrinya untuk dinikahi oleh seorang pria dan mempelai pria menerima mempelai wanita untuk dinikahi. Ijab qabul merupakan ucapan sepakat antara kedua belah pihak.
Untuk terjadinya aqad yang menyebabkan sahnya suatu pernikahan, maka syarat ijab qabul itu antara lain berada dalam satu majelis.
Baca Juga: Kesakralan Akad Nikah bagi Perempuan
Hukum Akad Nikah dengan Teleconference
Dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini, maka para ulama berbeda pendapat, apakah aqad nikah sah bila dilakukan dengan teleconference, misalnya via zoom meeting karena tidak berada dalam satu tempat dan jaraknya jauh.
Mayoritas ulama mazhab Syafi’i, Maliki dan Hambali berpandangan bahwa ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis (Ittihaad al Majlis) artinya melakukan aqad nikah mesti berada dalam satu tempat dan dalam satu waktu bersamaan.
Pandangan ini diikuti juga oleh Daar al Ifta Mesir yang memfatwakan pernikahan jarak jauh tidak sah dengan menggunakan teknologi informasi (teleconference, dll).
Berbeda halnya dengan menyerahkan hak perwalian kepada seseorang perwakilan (taukil) dalam pernikahan. Perwakilan tersebut atau penyerahan hak perwalian tersebut dapat dilakukan melalui surat atau utusan dari wali yang dikirimkan kepada calon suami.
Perwalian bisa melalui lisan, tulisan lewat surat, sms, email, dll.
Perwakilan dalam pernikahan itu dibolehkan, baik wali pengantin perempuannya hadir atau tidaknya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mewakilkan Abu Rafi’ untuk menikahkan Maemunah.
Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga pernah mewakilkan Amr bin Umayyah untuk menikahkan Ummu Habibah. Menyerahkan hak perwalian tersebut bisa melalui lisan, tulisan, lewat surat, sms email, dll.
Sebagian ulama kontemporer membenarkan ijab qabul yang dilakukan melalui teleconference, sambungan telpon, atau video call, dll.
Sebab mendengar suara langsung bahkan terlihat gambar dan itu bisa dianggap sebagai satu majelis. Apalagi antara penghulu, wali perempuan dan mempelai laki-laki juga bisa berkomunikasi langsung melalui teleconference ini.
Dahulu yang menjadi persoalan jika ijab qabul dilakukan via telpon adalah kekhawatiran adanya manipulasi suara yang diucapkan saat aqad nikah, sebab tidak terlihat gambarnya.
Saat ini dengan terlihat gambar, resiko manipulasi wali atau pengantin jauh lebih kecil. Wallohu a’lam.[ind/ShariaConsultingCenter]