Badan urusan pengungsi PBB, UNHCR, baru-baru ini merilis foto-foto tentang anak-anak Suriah yang mengungsi di berbagai negara. Dibantu seorang fotografi profesional, Magnus Wennman, UNHCR menceritakan kepada dunia bagaimana generasi muda muslim ini tertidur.
Lamar, 5 tahun
Horgos, Serbia. Kembali berada di rumah di Baghdad, aneka boneka, mainan kereta, dan sebuah bola yang tertinggal; Lamar sering menyebut benda-benda itu ketika seseorang menyebut ‘rumah’.
Bom telah mengubah segalanya. Saat itu, bom jatuh dekat rumah Lamar, saat keluarganya sedang dalam perjalanan membeli makanan. Tak seorang pun dari mereka yang selamat, kecuali Lamar dan neneknya, Sarah.
“Sangat mustahil bisa kembali lagi ke rumah,” ucap nenek Lamar.
Setelah dua mencoba untuk menyeberangi laut lepas dari Turki ke Itali dengan perahu karet kecil, mereka pun akhirnya selamat. Dan, saat ini Lamar, nenek, dan pengungsi lain sedang berada di perbatasan Hungaria yang sudah ditutup untuk pengungsi.
Lamar begitu nyenyak tertidur di belantara hutan, yang diselimuti rasa takut, cuaca dingin, dan seribu satu kesedihan.
Mahdi, 1,5 tahun
Horgos, Serbia. Usianya baru satu setengah tahun. Tak ada pengalamannya yang dirasakan Mahdi kecuali perang dan pengungsian. Ia tertidur pulas di tengah ratusan pengungsi yang sedang melakukan protes karena tidak boleh melalui perbatasan Hungaria.
Di sepanjang perbatasan, tak jauh dari tempat Mahdi tidur, ratusan polisi berbaris. Mereka diinstruksikan oleh Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, untuk menjaga perbatasan dari para pengungsi yang ingin lewat.
Situasi benar-benar membuat para pengungsi begitu putus asa. Saat foto diambil, polisi sudah menggunakan gas air mata dan water canon untuk menghalau pengungsi.
Abdul Karim, 17 tahun.
Athena, Yunani. Abdul Karim sudah tidak punya uang lagi. Uangnya habis untuk membeli tiket kapal feri yang menyeberangkannya ke Athena. Saat ini, ia sedang mengisi malamnya di lapangan olahraga Omonoia. Sebuah tempat di mana ratusan pengungsi singgah tiap harinya.
Di tempat ini pula, para penyelundup manusia mengeruk untung besar. Mereka menjual paspor palsu, tiket bis, dan pesawat secara gelap. Tapi, Abdul Karim tidak mampu pergi kemana-mana.
Abdul Karim hanya ingin meminjam telepon untuk menghubungi ibunya di Suriah. Ia ingin menceritakan betapa buruknya keadaan di situ. Tapi, ia tak sanggup melakukan itu.
“Pasti ibu akan menangis. Dan aku tidak ingin membuatnya khawatir,” ucapnya. Abdul Karim pun merapikan selimutnya menjadi alas tidur. Ia mencoba untuk tidur dengan posisi miring.
“Aku ingin memimpikan dua hal: tidur di tempat tidur lagi, dan memeluk adik perempuanku,” ucap Karim sambil mencoba memejamkan matanya.
Ahmad, 7 tahun
Horgos, Serbia. Dalam tidur pun, Ahmad tetap merasakan suasana teror di sekelilingnya. Rumah dan keluarganya di Idlib, Suriah, hancur oleh ledakan bom. Dan bom itu meledak persis di dekat kepalanya. Syukurnya, Ahmad selamat. Tapi, kakaknya tewas.
Saat ini, Ahmad bersama ratusan pengungsi lain hidup tanpa rumah. Dan mereka, tidak punya pilihan lain. Mereka harus mengungsi ke suatu tempat.
Begitu asyiknya Ahmad tidur beralaskan aspal di antara ribuan pengungsi sepanjang jalan raya dekat perbatasan Hungaria yang sudah ditutup. Ini sudah hari ke-16 dalam perjalanannya.
“Inilah kami saat ini. Ada keluarga yang tidur di halte bus, di jalan aspal, dan di hutan,” jelas ayah Ahmad.
Syahidah, 7 tahun
Syahidah suka sekali menggambar. Hampir semua karyanya, selalu gambar tentang senjata.
“Dia selalu melihat senjata, karena kemana dan di mana pun kami berada, di situ ada senjata,” ungkap ibu Syahidah, ketika puterinya terlelap dalam tidur di sebuah jalan dekat perbatasan Hungaria yang ditutup.
Sekarang, Syahidah tidak lagi bisa menggambar. Keluarganya tidak sempat membawa kertas, tidak juga krayon dalam pengungsian. Ia pun tak bisa bermain lagi seperti dulu.
Suasana pengungsian memaksa anak-anak bersikap layaknya orang dewasa. Mereka pun dihantui berbagai keadaan yang mengkhawatirkan, tiap jam, dan tiap hari. Keluarganya sulit menemukan sekolah untuk Syahidah selama dalam pengungsian.
Sudah beberapa hari ini, para pengungsi memberikan makanan anak-anaknya apa adanya. Kadang, mereka harus memetik apel yang kebetulan sedang berbuah di sepanjang jalan. Kalau saja mereka tahu betapa beratnya hidup seperti yang mereka rasakan saat ini, mereka akan memilih untuk tetap tinggal di Suriah. Mh